PERKEMBANGAN
LAGU-LAGU DAERAH DI JAWA BARAT
AHMAD RIJAL
NASRULLAH
180210120025
PROGRAM STUDI
BAHASA DAN SASTRA SUNDA
FAKULTAS ILMU
BUDAYA UNPAD
ABSTRAK
Masyarakat di Tatar
Sunda atau di Jawa Barat, telah mengenal berbagai kesenian yang berkembang dari
dulu hingga sekarang. Baik seni gerak tari, teater, sastra, rupa, dan musik.
Dalam hal seni musik tergolong ke dalam dua aspek. Yakni Instrumentalia dan olah
Vokal. Banyak genre musik olah Vokal yang berkembang di masyarakat sunda. Seperti
Mantun, Beluk, Tembang Cianjuran, Kawih, hingga Lagu-lagu Pop Sunda.
PENDAHULUAN
Bermula dari keinginan untuk menciptakan sebuah benda yang dapat dijadikan
pusat pendekatan jiwa pada kekuatan alam, setiap langkah manusia akan tetap
menginginkan kemajuan kedepan dan setiap langkah kehidupan dimulai disitulah
seni mulai menjalankan kewajibannya membuat kehidupan menjadi sangat indah dan
tidak pernah berakhir.
Akan halnya kehadiran para pemikir yang berulang dan bertambah, membuat
seni berkembang pesat menggerakkan roda kesadaran akan kata keindahan bertambah
kuat semakin kuat dan semakin kuat, sampai berakhir pada sebuah kata “Budaya”,
peradaban manusiapun dimulai.
Selangkah demi selangkah Budaya mulai menapakkan kakinya dalam kehidupan
yang akan berupaya terus menguasai seluruh kehidupan alam semesta dan manusia
menjadi pemain utama dalam drama budaya ini sehingga akhirnya timbul perbedaan
sudut pandang yang disusul oleh aneka ragam kehidupan membuat peradaban menjadi
semakin kaya dan semakin indah, sejalan dengan perkembangannya “Seni” pun
bertambah beragam pengertiannya. Seperti ketika sebuah kehidupan dimulai, maka
sekarang berbagai kehidupanpun dimulai seolah bayi baru lahir kemudian dewasa
dan mempunyai keturunan lagi.
Demikianlah
sejarah perkembangan seni didalam kehidupan alam semesta ini dan sampai
kapanpun pengertian seni akan terus bertambah dan beragam, namun akan tetap
dalam satu alur kuat yaitu “Indah”. Dalam proses penerimaan Keindaahan di masyarakat, tentu memiliki jangka
waktu dalam perkembangannya. Hal itu tercermin dalam perkembangan seni musik,
khususnya lagu-lagu yang berkembang di Jawa Barat.
Pada masa kerajaan, hiburan untuk masyarakat adalah menampilkan carita
pantun dengan diiringi oleh kacapi. Kemudian pada masa kadaleman, tembang sunda
Cianjuran sangat diminati oleh masyarakat, khususnya para keluarga yang tinggal
di kadaleman. Pada masa perjuangan nuansa lagu-lagu sunda lebih didominasi oleh
kawih karya Mang Koko Koswara, dengan lirik yang bebas, hingga diminati oleh
masyarakat. Maka dari itu, lagu-lagu
yang terdapat di Jawa Barat telah mengalami banyak perubahan sesuai komdisi
masyarakat pada masanya.
PENGERTIAN SENI TRADISI
Musik tradisional adalah musik atau seni suara yang
berasal dari berbagai daerah, dalam hal ini di Indonesia. Musik tradisional
adalah musik yang lahir dan berkembang di suatu daerah tertentu dan diwariskan
secara turun temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya. Musik ini
menggunakan bahasa, gaya, dan tradisi khas daerah setempat. Secara umum, musik
tradisional memiliki ciri khas sebagai berikut :
Dipelajari Secara Lisan
Sebagai bagian dari kebudayaan, musik daerah diwariskan
secara turun temurun. Proses pewarisan musik ini biasanya dilakukan secara
lisan. Generasi tua mengajarkan komposisi musik daerah kepada generasi muda.
Anak-anak itu akan meneruskannya pula kepada anak-anak mereka. Demikian
seterusnya, sehingga tradisi musik tersebut tetap dikenal oleh masyarakat. Atau
orang yang telah mahir memainkan instrumen musiknya atau terampil menyanyikan
lagu-lagu daerah akan memberikan contoh kepada pengikutnya untuk kemudian
ditirukan. Orang yang belajar harus menghapalkannya tanpa ada catatan. Dengan
terus berlatih, ia akan menguasai semakin banyak lagu dan teknik.
Tidak Memiliki Notasi
Proses pembelajaran yang berlangsung secara lisan membuat
partitur (naskah musik) menjadi suatu hal yang tidak terlalu penting. Oleh
karena itu, sangat lazim jika musik tradisional daerah tidak memiliki partitur
notasi tertentu. Walau demikian, ada beberapa daerah yang memiliki notasi musik
seperti di Pulau Jawa dan Bali. Namun, notasi ini tetap tidak memiliki
partitur, tapi dipelajari secara lisan. Sebenarnya, hal ini dikemudian hari
dapat menimbulkan masalah. Jika orang-orang yang belajar tentang kesenian itu
semakin sedikit atau malah tidak ada, kesenian tersebut bisa punah. Tanpa
catatan tertulis, orang lain tidak bisa melestarikannya.
Bersifat Informal
Musik Tradisional sangat lazim digunakan sebagai suatu
bentuk ekspresi masyarakat. Musik ini banyak digunakan dalam kegiatan rakyat
biasa sehingga bersifat lebih sederhana dan informal / santai. Hanya jika
digunakan di kalangan istana saja jenis musik ini menjadi lebih kompleks dan
formal / serius.
Pemainnya Tidak Terspesialisasi
Sistem yang dikembangkan dalam proses belajar instrumen
musik daerah biasanya bersifat generalisasi. Pemain musik tradisional belajar
untuk dapat memainkan setiap instrumen yang ada dalam suatu jenis musik daerah.
Mereka akan belajar memainkan instrumen mulai dari yang termudah sampai yang
terumit. Jadi, pemain musik daerah yang sudah mahir mempunyai kemampuan untuk
memainkan semua instrumen musik tersebut.
Syair Lagu Berbahasa Daerah
Selain syair yang menggunakan bahasa daerah, musik
tradisional juga menggunakan alunan melodi dan irama yang menunjukkan ciri khas
kedaerahan. Misalnya, syair lagu dari daerah Jawa . Alunan melodinya pun
menggunakan nada-nada dari tangga nada pelog dan slendro. Contoh lainnya, syair
lagu dari daerah Jakarta umumnya berbahasa Betawi dan alunan melodinya tersusun
atas tangga-tangga nada diatonis.
Lebih Melibatkan Alat Musik Daerah
Umumnya, permainan musik dalam lagu-lagu daerah di
Indonesia dibawakan dengan alat-alat musik khas dari daerah-daerah itu sendiri.
Contoh, lagu -lagu daerah Jawa umumnya diiringi oleh alat musik khas Jawa,
yaitu gamelan. Contoh lainnya, lagu-lagu daerah Sulawesi Utara umumnya diiringi
alat musik khas Sulawesi Utara, yaitu Kulintang.
Merupakan Bagian dari Budaya Masyarakat
Musik tradisional merupakan salah satu bentuk kebudayaan
yang berkembang di dalam kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, setiap ciri
kebudayaan masyarakat Sang Penciptanya pasti sudah melekat erat didalamnya.
Musik daerah merupakan salah satu bentuk gambaran kebudayaan suatu daerah,
selain tarian, pakaian, dan adat kebiasaan lainnya. Melalui musik daerah, kita
dapat mengenali daerah asal musik itu dan ciri budaya masyarakatnya. Misalnya :
ketika kita mendengarkan permainan gamelan Jawa kita akan langsung mengetahui
kalau itu adalah musik daerah Jawa Tengah, bukan Sunda. Kita dapat mengenalinya
lewat karakter permainan gamelan terutama lewat suara, irama, dan lagunya.
Karakter inilah yang menggambarkan ciri khas adat Jawa. Salah satu contohnya
adalah irama musik gamelan Jawa yang umumnya terdengar melantun halus dan
lembut. Hal ini menunjukkan budaya orang Jawa yang menekankan tutur kata yang
halus, ramah, dan sopan.
Dari pengertian dan ciri-ciri musik tradisional tersebut,
kita dapat mengambil kesimpulan bahwa musik tradisi cenderung bersifat
eksklusif. Artinya, musik ini tidak dapat dinikmati secara luas oleh masyarakat
di luar kebudayaan yang melahirkan musik tersebut. Komposisi, fungsi, nilai,
dan karakteristik syair musik tradisi suatu masyarakat sangatlah khas sehingga
tidak mudah untuk dinikmati atau diterima sebagai bagian dari kebudayaan
masyarakat lain. Oleh karena itu, musiktradisi cenderung kurang dapat
berkembang sehingga musik ini sering disebut sebagai musik tradisional.
SENI MUSIK TRADISI SUNDA
Seluruh aspek musik
dalam seni tradisi sunda tergolong ke dalam Karawitan. Pengertian dari karawitan itu
sendiri secara khusus dapat diartikan sebagai seni musik tradisional yang
terdapat di seluruh wilayah etnik Indonesia. Penyebaran seni karawitan terdapat
di pulau Jawa, Sumatra, Madura dan Bali. Perangkat karawitan dikenal dengan
sebutan gamelan, sebagai contoh gamelan antara lain; Pelog/Slendro, gamelan
Cirebon, gamelan Degung dan gamelan Cianjuran (untuk bentuk sajian ensemble/kelompok).
Prakteknya, karawitan biasa digunakan untuk mengiringi tarian dan nyanyian,
tetapi tidak jarang ada pertunjukan yang hanya menampilkan pementasan musik
karawitan saja, tidak disertai nyanyian atau tarian
PERTUNJUKAN CARITA
PANTUN
Seni Pantun disajikan masyarakat Sunda dalam dua bentuk.
Pertama, untuk hiburan, dan kedua untuk acara ritual (ruwatan). Sajian hiburan,
ceritanya mengambil dari salah satu cerita pantun yang dikuasai juru pantun,
atau atas permintaan penanggap. Sedangkan untuk acara ritual dalam ruwatan,
ceritanya sama dengan dalam pertunjukan wayang, yaitu Batara Kala, Kama Salah atau Murwa
Kala.
Dalam sajian pantun
untuk ruwatan (tolak bala) diperuntukkan bagi orang-orang yang termasuk dalam
sukerta, di antaranya anak tunggal, anak kembar, lima anak laki-laki, atau
untuk keselamatan rumah baru, bangunan baru dan lain-lain. Pertunjukannya biasa
dimulai sekitar pukul 02.00 - 05.00. Rajah dalam pertunjukan ruwatan lebih
panjang lebih nampak kesakralannya. Sedangkan sajian pantun untuk kepentingan
hiburan biasanya diadakan di rumah penanggap yang waktunya pada malam hari.
Pertunjukan dimulai pukul 20.00 dan berakhlr sekitar pukul 04.00. Sekalipun
pertunjukan Pantun untuk hiburan, namun tidak sembarangan disajikan.
Pantun masih dianggap oleh masyarakat Sunda memiliki
sifat sakral yang selalu dikaitkan dengan upacara penghormatan pada leluhur.
Dengan demikian bentuk pertunjukan Pantun biasanya masih diikat dengan struktur
pertunjukan yang baku dengan lakon yang selalu berkisar tentang raja-raja Sunda
atau legenda masyarakat Sunda Secara umum pola pertunjukan Pantun dapat
diurutkan sebagai berikut: penyediaan sesajen; ngukus (membakar kemenyan);
mengumandangkan rajah pamunah;
babak cerita dari pembukaan hingga penutupan; ditutup dengan mengumandangkan
rajah pamungkas.
Sebagai kesenian yang
hidup sejak zaman Hindu sampai Islam yang jadi anutan masyarakat, tak heran
jika ungkapan dan ajaran (petuah) ki juru pantun merupakan pembauran keduan
zaman itu. Selain
isthigfar (Islam) terdengar pula ungkapan kepada dewata, Pohaci, para karuhun (leluhur), buyut dll.
Kesenian Pantun Sunda yang bercirikan budaya Sunda dengan
berbagai aspeknya, terutama aspek kepercayaan Sunda Kuna, memberi dampak pada
nilai kedudukan seni Pantun di masyarakat Sunda yang berbeda dengan
kesenian-kesenian lain. Seni Pantun bagi masyarakat Sunda merupakan medium
untuk dapat merasakan kembali sebuah masa keemasan sejarah masa lampau
masyarakatnya.
Dewasa ini perkembangan
seni Pantun harus diakui sangat memprihatinkan, namun dari sisi lain ada hal
yang cukup mengesankan, bahwa seni Pantun pun dapat bertahan dengan tidak
meleburkan diri menjadi satu bentuk kesenian yang pop/kitchs. Seni Pantun dpat bertahan sebagai
seni yang adiluhung sekalipun dewasa ini ada sedikit pergeseran-pergeseran
dibanding masa lalu, terutama pada fungsinya yang sakral menjadi profan.
BELUK
Seni Beluk merupakan salah satu kesenian rakyat yang
terdapat di daerah Jawa Barat, kesenian ini termasuk dalam jenis seni suara. Seringkali dalam prakteknya,
kesenian rakyat ini tidak diiringi oleh instrumen musik. Kekuatan dari kesenian Beluk terletak pada permainan frekuensi suara para
pemainnya yang berjumlah empat orang atau lebih. Kesenian beluk banyak
terdapat didaerah pegunungan Kabupaten Bandung dan Daerah Kabupaten lainnya
dengan pengertian bahwa suara / sora dieluk-eluk sehingga seorang pemain beluk
harus kuat phisik suaranya sehingga mampu dalam memainkan suara keras serta
nada panjang.
TEMBANG SUNDA CIANJURAN
Cianjuran atau Mamaos terbentuk pada masa
pemerintahan bupati Cianjur RAA. Kusumaningrat (1834—1864).
Bupati Kusumaningrat dalam membuat lagu sering bertempat di sebuah bangunan
bernama Pancaniti. Oleh
karena itulah dia terkenal dengan nama Kangjeng Pancaniti. Pada mulanya mamaos
dinyanyikan oleh kaum pria. Baru pada perempat pertama abad ke-20 mamaos bisa
dipelajari oleh kaum wanita. Hal ituTerbukti dengan munculnya para juru mamaos
wanita, seperti Rd. Siti Sarah, Rd. Anah Ruhanah, Ibu Imong, Ibu O’oh, Ibu
Resna, dan Nyi Mas Saodah. Bahan mamaos berasal dari berbagai seni suara
Sunda, seperti pantun, beluk (mamaca), degung, serta tembang macapat Jawa, yaitu pupuh.
Lagu-lagu mamaos yang diambil dari vokal seni pantun
dinamakan lagu pantun atau papantunan, atau disebut pula lagu Pajajaran,
diambil dari nama keraton Sunda pada masa lampau. Sedangkan lagu-lagu yang berasal
dari bahan pupuh disebut tembang. Keduanya menunjukan kepada peraturan rumpaka
(teks). Sedangkan teknik vokal keduanya menggunakan bahan-bahan olahan vokal
Sunda. Namun pada akhirnya kedua teknik pembuatan rumpaka ini ada yang
digabungkan. Lagu-lagu papantunan pun banyak yang dibuat dengan aturan pupuh.
Pada masa awal penciptaannya, Cianjuran merupakan
revitalisasi dari seni Pantun. Kacapi dan teknik memainkannya masih jelas dari
seni Pantun. Begitu pula lagu-lagunya hampir semuanya dari sajian seni Pantun.
Rumpaka lagunya pun mengambil dari cerita Pantun Mundinglaya Dikusumah. Pada masa pemerintahan bupati RAA.
Prawiradiredja II (1864—1910) kesenian mamaos mulai menyebar ke daerah lain. Rd. Etje
Madjid Natawiredja (1853—1928) adalah di antara tokoh mamaos yang berperan dalam
penyebaran ini. Dia sering diundang untuk mengajarkan mamaos ke
kabupaten-kabupaten di Priangan, di antaranya oleh bupati Bandung RAA.
Martanagara (1893—1918) dan RAA. Wiranatakoesoemah (1920—1931 & 1935—1942).
Ketika mamaos menyebar ke daerah lain dan lagu-lagu yang menggunakan pola pupuh
telah banyak, maka masyarakat di luar Cianjur (dan beberapa perkumpulan di
Cianjur) menyebut mamaos dengan nama tembang Sunda atau Cianjuran, karena
kesenian ini khas dan berasal dari Cianjur. Demikian pula ketika radio NIROM
Bandung tahun 1930-an menyiarkan
kesenian ini menyebutnya dengan tembang Cianjuran.
KAWIH SUNDA
Salah satu lagam dari khazanah seni suara Sunda.
Pengertian kawih pada mulanya sama dengan sindenan, tetapi perkembangan memecah
kedudukan yang berbeda antara kawih dan sindenan. Perbedaan itu bukan saja
terletak pada pergelaran dan teknik-teknik bernyanyi saja, melainkan juga
lingkunganna. Kawih mempunyai “sejak” yang tersendiri. Hal ini bisa
kita perhatikan dari pergelarannya, iringannya dan teknik bernyanyi termasuk
didalamnya pemanis-pemanis. Laras-laras kawih dalam lagu-lagu remaja kebanyakan
berlaras pelog dan madenda. Laras salendro terasa sangat jarang sekali. Hal ini
banyak bersumber pada kreativitas para juru sangginya yang memang sangat jarang
menciptakan lagu-lagu dalam laras salendro. Lagam kawih yang terdapat pada
tembang adalah pada lagu panambih (ekstra). Lagu panambih adalah lagu tambahan
setelah sekar irama merdeka, irama yang dipergunakan tandak. Perbedaan yang
menyolok hanya soal surupan saja, dimana kalau tembang surupan rendah (da = G),
sedangkan kalau lagam kawih lebih tinggi surupannya (da = A = 440 Hz).
Lagam kawih jauh telah lama hidup dalam khazanah
karawitan Sunda. Masalahnya sekarang lagu-lagu kawih lebih banyak berorientasi
pada lagu-lagu perkembangan (kreasi baru), perkembangan kawaih saat ini
berorientasi pada pendidikan dan kaum remaja. Tokoh-tokoh seperti Rd. Machyar
Anggakusumadinata, Mang Koko, OK Jaman, Ujo Ngalagena, Nano. S dan lain-lain
membuat buu-buku pelajaran seni suara dalam bentuk kawih. Kawih berkembang bukan pada bentuk
anggana saja, melainkan mulai berkembang pula pada bentuk-bentuk lain, yaitu
dengan bentuk-bentuk paduan suara. Tapi sayangnya pada saat ini kawih bisa
dibilang menghilang dikehidupan anak muda karena perkembangannya yang monoton
dan dianggap tidak gaul.
POP SUNDA
Pop Sunda
merupakan salah satu genre musik yang eksistensinya memiliki esensi sebagai
bentuk usaha pelestarian warisan budaya tatar sunda. Di dalam pop sunda
terdapat dua usaha pelestarian local wisdom diantaranya
melestarikan bahasa sunda dan cita rasa musik khas sunda. Genre musik ini
memang berbeda dengan jenis musik sunda yang lainnya. Hal ini adalah faktor
yang membuat pop sunda menjadi istimewa.
Realitasnya,
seiring perkembangan zaman kesenian tradisi asli warisan nenek moyang di
nusantara lambat laun mulai mengalami reduksi eksistensi karena peminatnya yang
semakin berkurang. Termasuk salah satunya kesenian tradisi tatar pasundan yang
semakin terkikis gelombang modernisasi. Hal tersebut juga mengakibatkan
berkurangnya eksistensi kearifan lokal, dalam hal ini bahasa daerah khususnya
bahasa sunda. Kemudiandengan kurangnya peminat pada kesenian sunda, membuat
musik bercita rasa sunda semakin mendekati status
langka.
Pop Sunda
merupakan genre musik yang terbilang masih baru. Genre musik ini diprakarsai
oleh para seniman[1] musik
di tatar sunda seiring dengan perkembangan zaman dan berkembangnya musik di
tanah air. Musik ini dapat dikatakan lahir dan berkembang dengan semangat
modernisasi. Lahirnya genre musik pop sunda semakin memperkaya khasanah musik
lokal di nusantara.
Sajian musik
pada pop sunda tidak seperti musik-musik sunda pada umumnya yang hanya
menggunakan instrument semata namun mengkolaborasikannya dengan alat musik
barat (diatonic). Lagu vokal dalam pop sunda merupakan karya-karya baru hasil
para pencipta lagu dengan menggunakan teks berbahasa sunda namun sebagian besar
lagunya menceritakan realita kehidupan yang ada pada zaman modern, baik lagu
bertemakan cinta, kemasyarakatan, kritik dan sebagainya. Dilihat dari kemasan
tersebut membuat kesan musik ini berbau modern dan terlihat lebih fresh.
Hal ini mungkin dilakukan oleh para seniman sunda dalam rangka mempertahankan
warisan budaya lokal diera modernisasi dan globalisasi yang pada realitanya
musik asli sunda sekarang ini sudah mulai ditinggalkan oleh sebagian
generasi ditatar sunda
Musik ini
menggunakan vokal khas sunda, yakni mengadopsi cengkok lagu kawih sehingga cita
rasa sunda sangat terasa didalamnya. Rumpaka atau teks dalam
pop sunda sebagian besar dibuat menggunakan bahasa sunda tetapi adapula penyanggi atau
pencipta lagu yang menggunakan bahasa Indonesia bahkan bahasa inggris. Hal di
atas tentunya tidak berpengaruh besar terhadap berkurangnya suasana khas sunda
yang dihasilkan pada lagu karena walaupun bahasanya tidak menggunakan bahasa
“Indung” tetap saja penggarapan dan aransemen serta interior musiknya digarap
dengan nada-nada khas ki sunda seperti pelog, salendro dan madenda sehingga
tetap saja output yang dihasilkan adalah cita rasa warisan
budaya lokal sunda.
Dalam musik
pop sunda, jati diri terlihat lebih terpelihara karena kesyahduan dan
kesederhanaan struktur bahasa yang disajikan. Namun bagi para
generasi muda diperlukan kolaborasi musik seperti dengan musik rock oleh
para “anak band”. Hal ini tidak boleh dilarang karena yang terpenting
adalah kemauan generasi muda untuk melestarikan budaya sunda dengan membuat
teks berbahasa sunda.
Pada
perkembangannya pop sunda mengalami banyak bentuk baik secara bentuk lagu
maupun karena kolaborasi dengan jenis musik lain. Walaupun kemasannya
telah digarap atau disajikan dalam bentuk kolaborasi seperti apapun, musik pop
sunda tetap memiliki dua manfaat di atas dalam upaya melestarikan jati diri
masyarakat pasundan. Genre musik ini tidak bisa melepaskan diri dari
jasa Koko Koswara (alm) yang lebih populer dengan julukan Mang Koko. Ia sempat
membidani kelahiran beberapa musisi pop Sunda untuk meramaikan jagat musik Nusantara,
di antaranya Nano S, yang menggubah pop Sunda dengan menggabungkan degung kawih
dan instrumen musik Barat.(kompas:2).
SIMPULAN
Berdasarkan
perkembangannya Pop Sunda lebih diminati oleh masyarakat pada saat ini.
Kawih-kawih sunda juga masih diminati, sayangnya hanya oleh kalangan
orang-orang dewasa saja. Tembang Sunda Cianjuran, kini telah jarang
disebarluaskan hanya kalangan tertentu saja yang menggeluti bidang ini. Hal ini
dikarenakan ornamentasi atau aturan cara melantunkannya sangat baku, dan sulit
dipelajari oleh pemula. Yang memprihatinkan adalah kesenian Pantun yang kali
ini mulai punah. Perlu adanya pelestarian dari berbagai pihak terhadap
kesenian-kesenian yang disebutkan diatas. Tentunya kita harus tetap berkarya,
menciptakan hal-hal yang baru dalam berkebudayaan Sunda, dengan tidak
meninggalkan kesenian terdahulu.
DAFTAR PUSTAKA
Sumber : Seni Musik SMA 1 dan 2 ( penerbit : erlangga )
Supriatna, Nani E, (2005). Tembang
Kanayagan. Cianjur: Sanggar Seni Wirahma Sari Cianjur.
Mulyadi, Muhammad (2009). Industri
Musik Indonesia. Bekasi: Koperasi Ilmu Pengetahuan Sosial.
Koswara, Koko (1994). Ganda
Mekar. Bandung: CV. Karang Sewu
Sobirin (1987). Lagu-lagu Mamaos
Tembang Sunda: Laras Pelog. Bandung