Senin, 13 November 2017

SENI SUNDA

PERKEMBANGAN LAGU-LAGU DAERAH DI JAWA BARAT
AHMAD RIJAL NASRULLAH
180210120025
PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA SUNDA
FAKULTAS ILMU BUDAYA UNPAD

ABSTRAK
Masyarakat di Tatar Sunda atau di Jawa Barat, telah mengenal berbagai kesenian yang berkembang dari dulu hingga sekarang. Baik seni gerak tari, teater, sastra, rupa, dan musik. Dalam hal seni musik tergolong ke dalam dua aspek. Yakni Instrumentalia dan olah Vokal. Banyak genre musik olah Vokal yang berkembang di masyarakat sunda. Seperti Mantun, Beluk, Tembang Cianjuran, Kawih, hingga Lagu-lagu Pop Sunda.

PENDAHULUAN
Bermula dari keinginan untuk menciptakan sebuah benda yang dapat dijadikan pusat pendekatan jiwa pada kekuatan alam, setiap langkah manusia akan tetap menginginkan kemajuan kedepan dan setiap langkah kehidupan dimulai disitulah seni mulai menjalankan kewajibannya membuat kehidupan menjadi sangat indah dan tidak pernah berakhir.
Akan halnya kehadiran para pemikir yang berulang dan bertambah, membuat seni berkembang pesat menggerakkan roda kesadaran akan kata keindahan bertambah kuat semakin kuat dan semakin kuat, sampai berakhir pada sebuah kata “Budaya”, peradaban manusiapun dimulai.

Selangkah demi selangkah Budaya mulai menapakkan kakinya dalam kehidupan yang akan berupaya terus menguasai seluruh kehidupan alam semesta dan manusia menjadi pemain utama dalam drama budaya ini sehingga akhirnya timbul perbedaan sudut pandang yang disusul oleh aneka ragam kehidupan membuat peradaban menjadi semakin kaya dan semakin indah, sejalan dengan perkembangannya “Seni” pun bertambah beragam pengertiannya. Seperti ketika sebuah kehidupan dimulai, maka sekarang berbagai kehidupanpun dimulai seolah bayi baru lahir kemudian dewasa dan mempunyai keturunan lagi.

Demikianlah sejarah perkembangan seni didalam kehidupan alam semesta ini dan sampai kapanpun pengertian seni akan terus bertambah dan beragam, namun akan tetap dalam satu alur kuat yaitu Indah. Dalam proses penerimaan Keindaahan di masyarakat, tentu memiliki jangka waktu dalam perkembangannya. Hal itu tercermin dalam perkembangan seni musik, khususnya lagu-lagu yang berkembang di Jawa Barat.

Pada masa kerajaan, hiburan untuk masyarakat adalah menampilkan carita pantun dengan diiringi oleh kacapi. Kemudian pada masa kadaleman, tembang sunda Cianjuran sangat diminati oleh masyarakat, khususnya para keluarga yang tinggal di kadaleman. Pada masa perjuangan nuansa lagu-lagu sunda lebih didominasi oleh kawih karya Mang Koko Koswara, dengan lirik yang bebas, hingga diminati oleh masyarakat.  Maka dari itu, lagu-lagu yang terdapat di Jawa Barat telah mengalami banyak perubahan sesuai komdisi masyarakat pada masanya.

PENGERTIAN SENI TRADISI
Musik tradisional adalah musik atau seni suara yang berasal dari berbagai daerah, dalam hal ini di Indonesia. Musik tradisional adalah musik yang lahir dan berkembang di suatu daerah tertentu dan diwariskan secara turun temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya. Musik ini menggunakan bahasa, gaya, dan tradisi khas daerah setempat. Secara umum, musik tradisional memiliki ciri khas sebagai berikut :

Dipelajari Secara Lisan
Sebagai bagian dari kebudayaan, musik daerah diwariskan secara turun temurun. Proses pewarisan musik ini biasanya dilakukan secara lisan. Generasi tua mengajarkan komposisi musik daerah kepada generasi muda. Anak-anak itu akan meneruskannya pula kepada anak-anak mereka. Demikian seterusnya, sehingga tradisi musik tersebut tetap dikenal oleh masyarakat. Atau orang yang telah mahir memainkan instrumen musiknya atau terampil menyanyikan lagu-lagu daerah akan memberikan contoh kepada pengikutnya untuk kemudian ditirukan. Orang yang belajar harus menghapalkannya tanpa ada catatan. Dengan terus berlatih, ia akan menguasai semakin banyak lagu dan teknik.

Tidak Memiliki Notasi
Proses pembelajaran yang berlangsung secara lisan membuat partitur (naskah musik) menjadi suatu hal yang tidak terlalu penting. Oleh karena itu, sangat lazim jika musik tradisional daerah tidak memiliki partitur notasi tertentu. Walau demikian, ada beberapa daerah yang memiliki notasi musik seperti di Pulau Jawa dan Bali. Namun, notasi ini tetap tidak memiliki partitur, tapi dipelajari secara lisan. Sebenarnya, hal ini dikemudian hari dapat menimbulkan masalah. Jika orang-orang yang belajar tentang kesenian itu semakin sedikit atau malah tidak ada, kesenian tersebut bisa punah. Tanpa catatan tertulis, orang lain tidak bisa melestarikannya.

Bersifat Informal
Musik Tradisional sangat lazim digunakan sebagai suatu bentuk ekspresi masyarakat. Musik ini banyak digunakan dalam kegiatan rakyat biasa sehingga bersifat lebih sederhana dan informal / santai. Hanya jika digunakan di kalangan istana saja jenis musik ini menjadi lebih kompleks dan formal / serius.

Pemainnya Tidak Terspesialisasi
Sistem yang dikembangkan dalam proses belajar instrumen musik daerah biasanya bersifat generalisasi. Pemain musik tradisional belajar untuk dapat memainkan setiap instrumen yang ada dalam suatu jenis musik daerah. Mereka akan belajar memainkan instrumen mulai dari yang termudah sampai yang terumit. Jadi, pemain musik daerah yang sudah mahir mempunyai kemampuan untuk memainkan semua instrumen musik tersebut.

Syair Lagu Berbahasa Daerah
Selain syair yang menggunakan bahasa daerah, musik tradisional juga menggunakan alunan melodi dan irama yang menunjukkan ciri khas kedaerahan. Misalnya, syair lagu dari daerah Jawa . Alunan melodinya pun menggunakan nada-nada dari tangga nada pelog dan slendro. Contoh lainnya, syair lagu dari daerah Jakarta umumnya berbahasa Betawi dan alunan melodinya tersusun atas tangga-tangga nada diatonis.

Lebih Melibatkan Alat Musik Daerah
Umumnya, permainan musik dalam lagu-lagu daerah di Indonesia dibawakan dengan alat-alat musik khas dari daerah-daerah itu sendiri. Contoh, lagu -lagu daerah Jawa umumnya diiringi oleh alat musik khas Jawa, yaitu gamelan. Contoh lainnya, lagu-lagu daerah Sulawesi Utara umumnya diiringi alat musik khas Sulawesi Utara, yaitu Kulintang.

Merupakan Bagian dari Budaya Masyarakat
Musik tradisional merupakan salah satu bentuk kebudayaan yang berkembang di dalam kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, setiap ciri kebudayaan masyarakat Sang Penciptanya pasti sudah melekat erat didalamnya. Musik daerah merupakan salah satu bentuk gambaran kebudayaan suatu daerah, selain tarian, pakaian, dan adat kebiasaan lainnya. Melalui musik daerah, kita dapat mengenali daerah asal musik itu dan ciri budaya masyarakatnya. Misalnya : ketika kita mendengarkan permainan gamelan Jawa kita akan langsung mengetahui kalau itu adalah musik daerah Jawa Tengah, bukan Sunda. Kita dapat mengenalinya lewat karakter permainan gamelan terutama lewat suara, irama, dan lagunya. Karakter inilah yang menggambarkan ciri khas adat Jawa. Salah satu contohnya adalah irama musik gamelan Jawa yang umumnya terdengar melantun halus dan lembut. Hal ini menunjukkan budaya orang Jawa yang menekankan tutur kata yang halus, ramah, dan sopan.
Dari pengertian dan ciri-ciri musik tradisional tersebut, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa musik tradisi cenderung bersifat eksklusif. Artinya, musik ini tidak dapat dinikmati secara luas oleh masyarakat di luar kebudayaan yang melahirkan musik tersebut. Komposisi, fungsi, nilai, dan karakteristik syair musik tradisi suatu masyarakat sangatlah khas sehingga tidak mudah untuk dinikmati atau diterima sebagai bagian dari kebudayaan masyarakat lain. Oleh karena itu, musiktradisi cenderung kurang dapat berkembang sehingga musik ini sering disebut sebagai musik tradisional.

SENI MUSIK TRADISI SUNDA
Seluruh aspek musik dalam seni tradisi sunda tergolong ke dalam Karawitan. Pengertian dari karawitan itu sendiri secara khusus dapat diartikan sebagai seni musik tradisional yang terdapat di seluruh wilayah etnik Indonesia. Penyebaran seni karawitan terdapat di pulau Jawa, Sumatra, Madura dan Bali. Perangkat karawitan dikenal dengan sebutan gamelan, sebagai contoh gamelan antara lain; Pelog/Slendro, gamelan Cirebon, gamelan Degung dan gamelan Cianjuran (untuk bentuk sajian ensemble/kelompok). Prakteknya, karawitan biasa digunakan untuk mengiringi tarian dan nyanyian, tetapi tidak jarang ada pertunjukan yang hanya menampilkan pementasan musik karawitan saja, tidak disertai nyanyian atau tarian

PERTUNJUKAN CARITA PANTUN
Seni Pantun disajikan masyarakat Sunda dalam dua bentuk. Pertama, untuk hiburan, dan kedua untuk acara ritual (ruwatan). Sajian hiburan, ceritanya mengambil dari salah satu cerita pantun yang dikuasai juru pantun, atau atas permintaan penanggap. Sedangkan untuk acara ritual dalam ruwatan, ceritanya sama dengan dalam pertunjukan wayang, yaitu Batara Kala, Kama Salah atau Murwa Kala.

Dalam sajian pantun untuk ruwatan (tolak bala) diperuntukkan bagi orang-orang yang termasuk dalam sukerta, di antaranya anak tunggal, anak kembar, lima anak laki-laki, atau untuk keselamatan rumah baru, bangunan baru dan lain-lain. Pertunjukannya biasa dimulai sekitar pukul 02.00 - 05.00. Rajah dalam pertunjukan ruwatan lebih panjang lebih nampak kesakralannya. Sedangkan sajian pantun untuk kepentingan hiburan biasanya diadakan di rumah penanggap yang waktunya pada malam hari. Pertunjukan dimulai pukul 20.00 dan berakhlr sekitar pukul 04.00. Sekalipun pertunjukan Pantun untuk hiburan, namun tidak sembarangan disajikan.

Pantun masih dianggap oleh masyarakat Sunda memiliki sifat sakral yang selalu dikaitkan dengan upacara penghormatan pada leluhur. Dengan demikian bentuk pertunjukan Pantun biasanya masih diikat dengan struktur pertunjukan yang baku dengan lakon yang selalu berkisar tentang raja-raja Sunda atau legenda masyarakat Sunda Secara umum pola pertunjukan Pantun dapat diurutkan sebagai berikut: penyediaan sesajen; ngukus (membakar kemenyan); mengumandangkan rajah pamunah; babak cerita dari pembukaan hingga penutupan; ditutup dengan mengumandangkan rajah pamungkas.

Sebagai kesenian yang hidup sejak zaman Hindu sampai Islam yang jadi anutan masyarakat, tak heran jika ungkapan dan ajaran (petuah) ki juru pantun merupakan pembauran keduan zaman itu. Selain isthigfar (Islam) terdengar pula ungkapan kepada dewata, Pohaci, para karuhun (leluhur), buyut dll.

Kesenian Pantun Sunda yang bercirikan budaya Sunda dengan berbagai aspeknya, terutama aspek kepercayaan Sunda Kuna, memberi dampak pada nilai kedudukan seni Pantun di masyarakat Sunda yang berbeda dengan kesenian-kesenian lain. Seni Pantun bagi masyarakat Sunda merupakan medium untuk dapat merasakan kembali sebuah masa keemasan sejarah masa lampau masyarakatnya.

Dewasa ini perkembangan seni Pantun harus diakui sangat memprihatinkan, namun dari sisi lain ada hal yang cukup mengesankan, bahwa seni Pantun pun dapat bertahan dengan tidak meleburkan diri menjadi satu bentuk kesenian yang pop/kitchs. Seni Pantun dpat bertahan sebagai seni yang adiluhung sekalipun dewasa ini ada sedikit pergeseran-pergeseran dibanding masa lalu, terutama pada fungsinya yang sakral menjadi profan.

BELUK
Seni Beluk merupakan salah satu kesenian rakyat yang terdapat di daerah Jawa Barat, kesenian ini termasuk dalam jenis seni suara. Seringkali dalam prakteknya, kesenian rakyat ini tidak diiringi oleh instrumen musik. Kekuatan dari kesenian Beluk terletak pada permainan frekuensi suara para pemainnya yang berjumlah empat orang atau lebih. Kesenian beluk  banyak terdapat didaerah pegunungan Kabupaten Bandung dan Daerah Kabupaten lainnya dengan pengertian bahwa suara / sora dieluk-eluk sehingga seorang pemain beluk harus kuat phisik suaranya sehingga mampu dalam memainkan suara keras serta nada panjang.

TEMBANG SUNDA CIANJURAN
Cianjuran atau Mamaos terbentuk pada masa pemerintahan bupati Cianjur RAA. Kusumaningrat (18341864). Bupati Kusumaningrat dalam membuat lagu sering bertempat di sebuah bangunan bernama Pancaniti. Oleh karena itulah dia terkenal dengan nama Kangjeng Pancaniti. Pada mulanya mamaos dinyanyikan oleh kaum pria. Baru pada perempat pertama abad ke-20 mamaos bisa dipelajari oleh kaum wanita. Hal ituTerbukti dengan munculnya para juru mamaos wanita, seperti Rd. Siti Sarah, Rd. Anah Ruhanah, Ibu Imong, Ibu O’oh, Ibu Resna, dan Nyi Mas Saodah. Bahan mamaos berasal dari berbagai seni suara Sunda, seperti pantun, beluk (mamaca), degung, serta tembang macapat Jawa, yaitu pupuh.
Lagu-lagu mamaos yang diambil dari vokal seni pantun dinamakan lagu pantun atau papantunan, atau disebut pula lagu Pajajaran, diambil dari nama keraton Sunda pada masa lampau. Sedangkan lagu-lagu yang berasal dari bahan pupuh disebut tembang. Keduanya menunjukan kepada peraturan rumpaka (teks). Sedangkan teknik vokal keduanya menggunakan bahan-bahan olahan vokal Sunda. Namun pada akhirnya kedua teknik pembuatan rumpaka ini ada yang digabungkan. Lagu-lagu papantunan pun banyak yang dibuat dengan aturan pupuh.

Pada masa awal penciptaannya, Cianjuran merupakan revitalisasi dari seni Pantun. Kacapi dan teknik memainkannya masih jelas dari seni Pantun. Begitu pula lagu-lagunya hampir semuanya dari sajian seni Pantun. Rumpaka lagunya pun mengambil dari cerita Pantun Mundinglaya Dikusumah. Pada masa pemerintahan bupati RAA. Prawiradiredja II (18641910) kesenian mamaos mulai menyebar ke daerah lain. Rd. Etje Madjid Natawiredja (18531928) adalah di antara tokoh mamaos yang berperan dalam penyebaran ini. Dia sering diundang untuk mengajarkan mamaos ke kabupaten-kabupaten di Priangan, di antaranya oleh bupati Bandung RAA. Martanagara (1893—1918) dan RAA. Wiranatakoesoemah (19201931 & 19351942). Ketika mamaos menyebar ke daerah lain dan lagu-lagu yang menggunakan pola pupuh telah banyak, maka masyarakat di luar Cianjur (dan beberapa perkumpulan di Cianjur) menyebut mamaos dengan nama tembang Sunda atau Cianjuran, karena kesenian ini khas dan berasal dari Cianjur. Demikian pula ketika radio NIROM Bandung tahun 1930-an menyiarkan kesenian ini menyebutnya dengan tembang Cianjuran.

KAWIH SUNDA
Salah satu lagam dari khazanah seni suara Sunda. Pengertian kawih pada mulanya sama dengan sindenan, tetapi perkembangan memecah kedudukan yang berbeda antara kawih dan sindenan. Perbedaan itu bukan saja terletak pada pergelaran dan teknik-teknik bernyanyi saja, melainkan juga lingkunganna. Kawih mempunyai “sejak” yang tersendiri. Hal ini bisa kita perhatikan dari pergelarannya, iringannya dan teknik bernyanyi termasuk didalamnya pemanis-pemanis. Laras-laras kawih dalam lagu-lagu remaja kebanyakan berlaras pelog dan madenda. Laras salendro terasa sangat jarang sekali. Hal ini banyak bersumber pada kreativitas para juru sangginya yang memang sangat jarang menciptakan lagu-lagu dalam laras salendro. Lagam kawih yang terdapat pada tembang adalah pada lagu panambih (ekstra). Lagu panambih adalah lagu tambahan setelah sekar irama merdeka, irama yang dipergunakan tandak. Perbedaan yang menyolok hanya soal surupan saja, dimana kalau tembang surupan rendah (da = G), sedangkan kalau lagam kawih lebih tinggi surupannya (da = A = 440 Hz).
Lagam kawih jauh telah lama hidup dalam khazanah karawitan Sunda. Masalahnya sekarang lagu-lagu kawih lebih banyak berorientasi pada lagu-lagu perkembangan (kreasi baru),  perkembangan kawaih saat ini berorientasi pada pendidikan dan kaum remaja. Tokoh-tokoh seperti Rd. Machyar Anggakusumadinata, Mang Koko, OK Jaman, Ujo Ngalagena, Nano. S dan lain-lain membuat buu-buku pelajaran seni suara dalam bentuk kawih. Kawih berkembang bukan pada bentuk anggana saja, melainkan mulai berkembang pula pada bentuk-bentuk lain, yaitu dengan bentuk-bentuk paduan suara. Tapi sayangnya pada saat ini kawih bisa dibilang menghilang dikehidupan anak muda karena perkembangannya yang monoton dan dianggap tidak gaul.

POP SUNDA
Pop Sunda merupakan salah satu genre musik yang eksistensinya memiliki esensi sebagai bentuk usaha pelestarian warisan budaya tatar sunda. Di dalam pop sunda terdapat dua usaha pelestarian local wisdom diantaranya melestarikan bahasa sunda dan cita rasa musik khas sunda. Genre musik ini memang berbeda dengan jenis musik sunda yang lainnya. Hal ini adalah faktor yang membuat pop sunda menjadi istimewa.

Realitasnya, seiring perkembangan zaman kesenian tradisi asli warisan nenek moyang di nusantara lambat laun mulai mengalami reduksi eksistensi karena peminatnya yang semakin berkurang. Termasuk salah satunya kesenian tradisi tatar pasundan yang semakin terkikis gelombang modernisasi. Hal tersebut juga mengakibatkan berkurangnya eksistensi kearifan lokal, dalam hal ini bahasa daerah khususnya bahasa sunda. Kemudiandengan kurangnya peminat pada kesenian sunda, membuat musik bercita rasa sunda semakin mendekati status langka.           

Pop Sunda merupakan genre musik yang terbilang masih baru. Genre musik ini diprakarsai oleh para seniman[1] musik di tatar sunda seiring dengan perkembangan zaman dan berkembangnya musik di tanah air. Musik ini dapat dikatakan lahir dan berkembang dengan semangat modernisasi. Lahirnya genre musik pop sunda semakin memperkaya khasanah musik lokal di nusantara.

Sajian musik pada pop sunda tidak seperti musik-musik sunda pada umumnya yang hanya menggunakan instrument semata namun mengkolaborasikannya dengan alat musik barat (diatonic). Lagu vokal dalam pop sunda merupakan karya-karya baru hasil para pencipta lagu dengan menggunakan teks berbahasa sunda namun sebagian besar lagunya menceritakan realita kehidupan yang ada pada zaman modern, baik lagu bertemakan cinta, kemasyarakatan, kritik dan sebagainya. Dilihat dari kemasan tersebut membuat kesan musik ini berbau modern dan terlihat lebih fresh. Hal ini mungkin dilakukan oleh para seniman sunda dalam rangka mempertahankan warisan budaya lokal diera modernisasi dan globalisasi yang pada realitanya musik asli sunda sekarang ini sudah mulai ditinggalkan  oleh sebagian generasi ditatar sunda

Musik ini menggunakan vokal khas sunda, yakni mengadopsi cengkok lagu kawih sehingga cita rasa sunda sangat terasa didalamnya. Rumpaka atau teks dalam pop sunda sebagian besar dibuat menggunakan bahasa sunda tetapi adapula penyanggi atau pencipta lagu yang menggunakan bahasa Indonesia bahkan bahasa inggris. Hal di atas tentunya tidak berpengaruh besar terhadap berkurangnya suasana khas sunda yang dihasilkan pada lagu karena walaupun bahasanya tidak menggunakan bahasa “Indung” tetap saja penggarapan dan aransemen serta interior musiknya digarap dengan nada-nada khas ki sunda seperti pelog, salendro dan madenda sehingga tetap saja output yang dihasilkan adalah cita rasa warisan budaya lokal sunda.

Dalam musik pop sunda, jati diri terlihat lebih terpelihara karena kesyahduan dan kesederhanaan  struktur bahasa yang disajikan. Namun bagi para generasi muda diperlukan kolaborasi musik seperti dengan musik rock oleh para “anak band”. Hal ini tidak boleh dilarang karena yang terpenting adalah kemauan generasi muda untuk melestarikan budaya sunda dengan membuat teks berbahasa sunda.

Pada perkembangannya pop sunda mengalami banyak bentuk baik secara bentuk lagu maupun karena kolaborasi dengan jenis musik lain. Walaupun kemasannya telah digarap atau disajikan dalam bentuk kolaborasi seperti apapun, musik pop sunda tetap memiliki dua manfaat di atas dalam upaya melestarikan jati diri masyarakat pasundan. Genre musik ini tidak bisa melepaskan diri dari jasa Koko Koswara (alm) yang lebih populer dengan julukan Mang Koko. Ia sempat membidani kelahiran beberapa musisi pop Sunda untuk meramaikan jagat musik Nusantara, di antaranya Nano S, yang menggubah pop Sunda dengan menggabungkan degung kawih dan instrumen musik Barat.(kompas:2).

SIMPULAN
Berdasarkan perkembangannya Pop Sunda lebih diminati oleh masyarakat pada saat ini. Kawih-kawih sunda juga masih diminati, sayangnya hanya oleh kalangan orang-orang dewasa saja. Tembang Sunda Cianjuran, kini telah jarang disebarluaskan hanya kalangan tertentu saja yang menggeluti bidang ini. Hal ini dikarenakan ornamentasi atau aturan cara melantunkannya sangat baku, dan sulit dipelajari oleh pemula. Yang memprihatinkan adalah kesenian Pantun yang kali ini mulai punah. Perlu adanya pelestarian dari berbagai pihak terhadap kesenian-kesenian yang disebutkan diatas. Tentunya kita harus tetap berkarya, menciptakan hal-hal yang baru dalam berkebudayaan Sunda, dengan tidak meninggalkan kesenian terdahulu.

DAFTAR PUSTAKA
Sumber : Seni Musik SMA 1 dan 2 ( penerbit : erlangga )
Supriatna, Nani E, (2005). Tembang Kanayagan. Cianjur: Sanggar Seni Wirahma Sari Cianjur.
Mulyadi, Muhammad (2009). Industri Musik Indonesia. Bekasi: Koperasi Ilmu Pengetahuan Sosial.
Koswara, Koko (1994). Ganda Mekar. Bandung: CV. Karang Sewu
Sobirin (1987). Lagu-lagu Mamaos Tembang Sunda: Laras Pelog. Bandung


Tidak ada komentar: