Kamis, 28 Februari 2013

GENDING KARESMEN




A.    PENGERTIAN GENDING KARESMEN
            Gending Karesmen adalah drama yang dialog-dialognya ditembangkan atau dikawihkan ( dinyanyikan ) dan diiringi dengan karawitan (alat musik tradisional Sunda). Dan dimaksud dengan puisi Gending Karesmen ialah Sastra lakon atau drama yang dialog-dialognya menggunakan dangding atau kawih, baik diciptakan baru, yang sudah ada, atau yang ubah kata-katanya saja.
            Gending Karesmen merupakan nama umum dari nama kemasan drama yang dinyanyikan, serta memiliki sebutan lain. Gending Keresmen biasa pula disebut Rinenggasari, Dramaswara, Opera Sunda, Tunil tembang, Taman Karesmen, atau Setra Karesmen. Gending Karesmen merupakan perpaduan dari beberapa unsur seni, seperti seni sastra, yang berupa naskah cerita atau lakon dalam bentuk prosa liris, yaitu karya sastra yang dapat diungkapkan melalui nyanyian. Dialog para pemain gending Karesmen di panggung disampaikan dengan nyanyian (Sekaran).

B.     CIRI-CIRI GENDING KARESMEN
1.      Tema dan isi cerita gending Karesmen yang biasanya diambil dari cerita pantun Sunda, cerita legenda, atau sempalan kejadian yang ada di masyarakat Tatar Sunda, di antaranya Lutung Kasarung, Mundinglaya Dikusumah, Sangkuriang, dan Nyi Pohaci Sanghiyang Sri. Adapun sumber cerita yang dibawakan pada gending karesmen umumnya dipetik dari ceritra Babad Pajajaran, namun ada pula cerita yang diambil dari lakon-lakon dewasa ini yang pada umumnya disebut drama swara dengan lagu-lagu yang dipergunakan bentuk lagu wanda anyar (kreasi baru), bahkan tidak jarang yang mempergunakan lagu-lagu pupuh.
2.      Secara umum Gending Karesmen ditulis dalam bentuk pupuh atau dangding. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Tini Kartini dkk. Bahwa pengarang Gending Karesmen baik R. Machyar Anggakusumahdinata maupun R. Memed Sastrahadiprawira dan pengarang-pengarang lainnya, dalam menentukan lagu-lagu untuk naskah gending Karesmen itu mengambil pupuh yang berjumlah 17.
3.      Diiringi oleh musik Karawitan
4.      Dalam berdialog menggunakan Nyanyian (Sekaran) seperti Opera

C.    KEMUNCULAN GENDING KARESMEN
Berdasarkan Periodisasi Menurut Drs. Yus Rusyana, Gending Karesmen muncul pada Periode MANGSA KALIMA dari tahun 1945 hingga sekarang. Menurut Drs. Yus Rusyana Gending Karesmen disadur dari cerita-cerita yang sudah ada, yaitu Dongeng dan Carita Pantun.
Ajip Rosidi mengemukakan bahwa Gending Karesmen ini mulai dikenal kira-kira pada tahun 1920-an, yaitu ketika masyarakat Sunda telah berkenalan dengan Opera Barat melalui komedi stambul (1966: 20).
Wahyu Wibisana menetapkan tahun 1904 sebagai dimulainya penulisan sunda. Karena pada saat itu guru Wahyu Wibisana yang bernama M. Saleh mengubah Tunil Tembang, yang menurut Pradjakusumah merupakan cikal bakal gending karesmen. Dan istilah Gending Karesmen menurut Wahyu Wibisana merupakan ciptaan R. Machyar Anggakusumahdinata, seorang misikolog Sunda.
Berdasarkan Data Dinas Parwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat, Kesenian ini dirintis sejak tahun 1927 oleh R. Memed Kartabrata. Gending Karesmen merupakan perpaduan dari beberapa unsur seni, seperti seni sastra, yang berupa naskah cerita atau lakon dalam bentuk prosa liris, yaitu karya sastra yang dapat diungkapkan melalui nyanyian. Dialog para pemain gending Karesmen di panggung disampaikan dengan nyanyian (Sekaran).







D.    KEBERTAHANAN GENDING KARESMEN
Sejak kelahirannya hingga sekarang Gending Karesmen terus hidup, artinya masih terus diciptakan. Dari periode Awal kita dapat mencatat Judul-judul Gending Karesmen antara lain :
1. Lutung Kasarung (1923) karya Kartabrata
2. Sulayana (1924) karya R.A.T. Sunarya
3. Sarkan-sarkim (1925) karya R. Machyar Anggakusumahdinata
4. Sangkuriang (tanpa angka tahun) karya R.A.T. Sunarya
5. Mundinglaya Di Kisumah (1954) karya M.A. Salmun
6. Mundinglaya Saba Langit (1962) karya Wahyu Wibisana
7. Inten Dewata (1963) karya Wahyu Wibisana
8. Leuwi Sipatahunan (1963) karya R.A.F.
9. Galunggung Ngadeg Tumenggung (1964) karya Wahyu Wibisana
10. Isukan Raja Rek Miang (1966) karya Wahyu Wibisana
11. Sumpah Sakti Gunung Jati (1966) karya Eddi Tarmiddi

Dari Periode Mutakhir :
1. Budak Leungit (1993) karya R. Hidayat Suryalaga
2. Ngabukbak Rawa Lakbok (1993) karya R. Hidayat Suryalaga
3. Ruhak Pajajaran (2006) naskah ceritera : R.A.F. naskah karawitan :
    Mang Koko bersumber dari carpon ruhak pajajaran karangan Saleh
    Danasasmita.
4. Nini Anteh (2006) Tatang Setiadi

E.     KEBERAGAMAN GENDING KARESMEN
Pengemasan Gending Karesmen biasanya dilafalkan hanya dengan dangding  atau Tembang Pupuh, Ada juga yang di Campurkan dengan kawih, dan ada yang Sepenuhnya menggunakan Kawih Sunda.
Gending Karesmen yang sepenuhnya berkawih Sunda, yaitu karya H. Koko Koswara/ Mang Koko, yang lagu-lagu dan liriknya diciptakan sendiri. Dalam karyanya tersebut, Mang Koko selalu memasukkan unsur-unsur guyonan, sehingga enak untuk ditonton ataupun didengar dan tentunya tidak menjenuhkan, baik bagi para penonton, pendengar maupun bagi para pemain itu sendiri. Hasil ciptaan Mang Koko di antaranya Si Kabayan jeung Raja Jimbul, Nyai Darsimah dan Pangeran Jayakarta.
Karena watak, jiwa dan sifat dalam pergelaran Gending Karesmen ini bermacam-macam, maka digunakan karawitan gamelan, karawitan Cianjuran, karawitan degung atau karawitan jenis lainnya agar percakapan pelaku dan ilustrasi keadaan dapat terpenuhi. Larasnya pun bebas untuk dipakai, apakah akan memaki laras salendro, plog, degung atau madenda, yang penting; lagu-lagunya sesuai dengan jiwa pelaku dan isi dialog, laras-laras itu dikuasai pelaku dan tujuan akhir dari pergelaran terpenuhi sesuai kaidah-kaidah teater. Gending Karesmen akan dikatakan Setra Karesmen yang merupakan akronim dari Sekar Waditra Karesmen, jika pertunjukan diiringi oleh waditra (alat musik Cianjuran).
Fungsi gending dalam gending karesmen antara lain:
(a) Mengingi sekar
(b) Memberikan suasana
(c) Mengaksen gerak-gerak pelaku

F.     PENYEBARAN GENDING KARESMEN
Dari Lingkungan kelahirannya Gending Karesmen Sering ditampilkan di Taman Karesmen, yaitu Gending  Karesmen ditampilkan di pekarangan atau taman, untuk memeriahkan Pesta Kebun.

G.    PERSENTUHAN DENGAN SASTRA LAIN
Berdasarkan Pendapat Ajip Rosidi, Penciptaan Gending Karesmen ketika masyarakat Sunda sudah berkenalan dengan Opera Barat Melalui komedi stambul (1966: 120).



H.    CONTOH GENDING KARESMEN
1)      Judul                     : Budak Leungit
Karya                    : R. Hidayat Suryalaga
Tahun                    : 1993
Sampel naskah      :
(Pangung ngagambarkeun kaayaan diburuan, teu jauh ti sisi jalan kampung. Ujang jeung Nyai keur Ucing Kalngkang).
Ujang  :  (Pupuh Mijil)
Ieu Nyai cing itu tingali,
Ku Nyai pek tempo,
Kalangkang tѐh ѐstuning anѐh,       
Nutur-nutur teu welѐh ngukuntit,
Cik tѐwak ku Nyai,
Asupkeun kana saku.
………………………………….
Sarѐrѐa                        :  (Pupuh Durma)
Nagri urang katelah Indonesia,
Diriksa tur dijaring.
Sumirat komarana,
Berkahna Pancasila,
Ageman ѐstuning nagri,
Yu sauyunan,
Ngawangun lemah cai.
………………………………….
(Nu bararis ngaliwat deui, dilalajoan ku Ujang jeung Nyai nu bararis geus leumpang jauh).
Nyai                :  (Pupuh Kinanti, Lagu Ninun)
Nyai mah ku hayang milu,
Sareng batur ngiring baris.
………………………………….

Ujang              :  Akang ogѐ da kabita
Siga tentara nu baris.
            ……………………………………………………..

2)      Judul                     : Lutung Kasarung
Karya                    : Kartabrata
Tahun                    : 1923
Sampel naskah      :
7.   Kahiangan
Wiracarita        :  (Sinom)
Bur ngempur di Kahiangan
Seuweu sang Hyang Pohaci
Jujuluk Hyang Guru Minda
Kapirangrung manah gandrung
Kagendam putrid implengan
Pamulu sarimbang Ibu
Nu ngagelarkeunana
Awas tinggal kersa Ibu
Polah putra kauninga Sunan Ambu.
………………………………………………
Sunan Ambu   :  Deudeuh teung Kang Putra
Kiwari ges salin jinis
Bongan lampah tamaha hidep sorangan

Ayeuna Ibu deuk wakca
Tarimakeun ku anaking
Sapanjang aya di dunya
Lumampah di alam lahir
Singkah piker dengki
Komo mun ngalaju napsu
Pancѐn tѐh ngabadѐga
Ngabadѐga abdi jeung gusti
Dinagara Pasir Batang anu girang
…………………………………………..
Wiracarita        :  (Papantunan)
Guru Minda titik rintih
Ngabandungan pѐpѐling
Ajrih ka pangersa ibu
Sinungkem kedal sabda
……………………………………………
Guru Minda    :  Mahluk laip hemeng piker
Putra tuna bagbagan hirup di dunya.

(Sinom)
Pihatur kedaling nyaah
Sadaya dawuh katampi
Hemeng, jalma panta-panta.
…………………………………………...


DAFTAR PUSTAKA

Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran, Tim Peneliti.1994.Antologi Puisi Sunda. Jatinangor: Lembaga Penelitian Univesitas Padjadjaran.

Rusyana, Yus. 1969. Galuring Sastra Sunda.Bandung: Gununglarang.

diakses 30 Desember 2012

Gending Karesmen. Melalui
diakses 30 Desember 2012

Naskah Ruhak Pajajaran. Melalui
www.mail-archive.com/urangsunda@yahoogroups.../msg44351.html
diakses 03 Januari 2013


GENDING KARESMEN




A.    PENGERTIAN GENDING KARESMEN
            Gending Karesmen adalah drama yang dialog-dialognya ditembangkan atau dikawihkan ( dinyanyikan ) dan diiringi dengan karawitan (alat musik tradisional Sunda). Dan dimaksud dengan puisi Gending Karesmen ialah Sastra lakon atau drama yang dialog-dialognya menggunakan dangding atau kawih, baik diciptakan baru, yang sudah ada, atau yang ubah kata-katanya saja.
            Gending Karesmen merupakan nama umum dari nama kemasan drama yang dinyanyikan, serta memiliki sebutan lain. Gending Keresmen biasa pula disebut Rinenggasari, Dramaswara, Opera Sunda, Tunil tembang, Taman Karesmen, atau Setra Karesmen. Gending Karesmen merupakan perpaduan dari beberapa unsur seni, seperti seni sastra, yang berupa naskah cerita atau lakon dalam bentuk prosa liris, yaitu karya sastra yang dapat diungkapkan melalui nyanyian. Dialog para pemain gending Karesmen di panggung disampaikan dengan nyanyian (Sekaran).

B.     CIRI-CIRI GENDING KARESMEN
1.      Tema dan isi cerita gending Karesmen yang biasanya diambil dari cerita pantun Sunda, cerita legenda, atau sempalan kejadian yang ada di masyarakat Tatar Sunda, di antaranya Lutung Kasarung, Mundinglaya Dikusumah, Sangkuriang, dan Nyi Pohaci Sanghiyang Sri. Adapun sumber cerita yang dibawakan pada gending karesmen umumnya dipetik dari ceritra Babad Pajajaran, namun ada pula cerita yang diambil dari lakon-lakon dewasa ini yang pada umumnya disebut drama swara dengan lagu-lagu yang dipergunakan bentuk lagu wanda anyar (kreasi baru), bahkan tidak jarang yang mempergunakan lagu-lagu pupuh.
2.      Secara umum Gending Karesmen ditulis dalam bentuk pupuh atau dangding. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Tini Kartini dkk. Bahwa pengarang Gending Karesmen baik R. Machyar Anggakusumahdinata maupun R. Memed Sastrahadiprawira dan pengarang-pengarang lainnya, dalam menentukan lagu-lagu untuk naskah gending Karesmen itu mengambil pupuh yang berjumlah 17.
3.      Diiringi oleh musik Karawitan
4.      Dalam berdialog menggunakan Nyanyian (Sekaran) seperti Opera

C.    KEMUNCULAN GENDING KARESMEN
Berdasarkan Periodisasi Menurut Drs. Yus Rusyana, Gending Karesmen muncul pada Periode MANGSA KALIMA dari tahun 1945 hingga sekarang. Menurut Drs. Yus Rusyana Gending Karesmen disadur dari cerita-cerita yang sudah ada, yaitu Dongeng dan Carita Pantun.
Ajip Rosidi mengemukakan bahwa Gending Karesmen ini mulai dikenal kira-kira pada tahun 1920-an, yaitu ketika masyarakat Sunda telah berkenalan dengan Opera Barat melalui komedi stambul (1966: 20).
Wahyu Wibisana menetapkan tahun 1904 sebagai dimulainya penulisan sunda. Karena pada saat itu guru Wahyu Wibisana yang bernama M. Saleh mengubah Tunil Tembang, yang menurut Pradjakusumah merupakan cikal bakal gending karesmen. Dan istilah Gending Karesmen menurut Wahyu Wibisana merupakan ciptaan R. Machyar Anggakusumahdinata, seorang misikolog Sunda.
Berdasarkan Data Dinas Parwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat, Kesenian ini dirintis sejak tahun 1927 oleh R. Memed Kartabrata. Gending Karesmen merupakan perpaduan dari beberapa unsur seni, seperti seni sastra, yang berupa naskah cerita atau lakon dalam bentuk prosa liris, yaitu karya sastra yang dapat diungkapkan melalui nyanyian. Dialog para pemain gending Karesmen di panggung disampaikan dengan nyanyian (Sekaran).







D.    KEBERTAHANAN GENDING KARESMEN
Sejak kelahirannya hingga sekarang Gending Karesmen terus hidup, artinya masih terus diciptakan. Dari periode Awal kita dapat mencatat Judul-judul Gending Karesmen antara lain :
1. Lutung Kasarung (1923) karya Kartabrata
2. Sulayana (1924) karya R.A.T. Sunarya
3. Sarkan-sarkim (1925) karya R. Machyar Anggakusumahdinata
4. Sangkuriang (tanpa angka tahun) karya R.A.T. Sunarya
5. Mundinglaya Di Kisumah (1954) karya M.A. Salmun
6. Mundinglaya Saba Langit (1962) karya Wahyu Wibisana
7. Inten Dewata (1963) karya Wahyu Wibisana
8. Leuwi Sipatahunan (1963) karya R.A.F.
9. Galunggung Ngadeg Tumenggung (1964) karya Wahyu Wibisana
10. Isukan Raja Rek Miang (1966) karya Wahyu Wibisana
11. Sumpah Sakti Gunung Jati (1966) karya Eddi Tarmiddi

Dari Periode Mutakhir :
1. Budak Leungit (1993) karya R. Hidayat Suryalaga
2. Ngabukbak Rawa Lakbok (1993) karya R. Hidayat Suryalaga
3. Ruhak Pajajaran (2006) naskah ceritera : R.A.F. naskah karawitan :
    Mang Koko bersumber dari carpon ruhak pajajaran karangan Saleh
    Danasasmita.
4. Nini Anteh (2006) Tatang Setiadi

E.     KEBERAGAMAN GENDING KARESMEN
Pengemasan Gending Karesmen biasanya dilafalkan hanya dengan dangding  atau Tembang Pupuh, Ada juga yang di Campurkan dengan kawih, dan ada yang Sepenuhnya menggunakan Kawih Sunda.
Gending Karesmen yang sepenuhnya berkawih Sunda, yaitu karya H. Koko Koswara/ Mang Koko, yang lagu-lagu dan liriknya diciptakan sendiri. Dalam karyanya tersebut, Mang Koko selalu memasukkan unsur-unsur guyonan, sehingga enak untuk ditonton ataupun didengar dan tentunya tidak menjenuhkan, baik bagi para penonton, pendengar maupun bagi para pemain itu sendiri. Hasil ciptaan Mang Koko di antaranya Si Kabayan jeung Raja Jimbul, Nyai Darsimah dan Pangeran Jayakarta.
Karena watak, jiwa dan sifat dalam pergelaran Gending Karesmen ini bermacam-macam, maka digunakan karawitan gamelan, karawitan Cianjuran, karawitan degung atau karawitan jenis lainnya agar percakapan pelaku dan ilustrasi keadaan dapat terpenuhi. Larasnya pun bebas untuk dipakai, apakah akan memaki laras salendro, plog, degung atau madenda, yang penting; lagu-lagunya sesuai dengan jiwa pelaku dan isi dialog, laras-laras itu dikuasai pelaku dan tujuan akhir dari pergelaran terpenuhi sesuai kaidah-kaidah teater. Gending Karesmen akan dikatakan Setra Karesmen yang merupakan akronim dari Sekar Waditra Karesmen, jika pertunjukan diiringi oleh waditra (alat musik Cianjuran).
Fungsi gending dalam gending karesmen antara lain:
(a) Mengingi sekar
(b) Memberikan suasana
(c) Mengaksen gerak-gerak pelaku

F.     PENYEBARAN GENDING KARESMEN
Dari Lingkungan kelahirannya Gending Karesmen Sering ditampilkan di Taman Karesmen, yaitu Gending  Karesmen ditampilkan di pekarangan atau taman, untuk memeriahkan Pesta Kebun.

G.    PERSENTUHAN DENGAN SASTRA LAIN
Berdasarkan Pendapat Ajip Rosidi, Penciptaan Gending Karesmen ketika masyarakat Sunda sudah berkenalan dengan Opera Barat Melalui komedi stambul (1966: 120).



H.    CONTOH GENDING KARESMEN
1)      Judul                     : Budak Leungit
Karya                    : R. Hidayat Suryalaga
Tahun                    : 1993
Sampel naskah      :
(Pangung ngagambarkeun kaayaan diburuan, teu jauh ti sisi jalan kampung. Ujang jeung Nyai keur Ucing Kalngkang).
Ujang  :  (Pupuh Mijil)
Ieu Nyai cing itu tingali,
Ku Nyai pek tempo,
Kalangkang tѐh ѐstuning anѐh,       
Nutur-nutur teu welѐh ngukuntit,
Cik tѐwak ku Nyai,
Asupkeun kana saku.
………………………………….
Sarѐrѐa                        :  (Pupuh Durma)
Nagri urang katelah Indonesia,
Diriksa tur dijaring.
Sumirat komarana,
Berkahna Pancasila,
Ageman ѐstuning nagri,
Yu sauyunan,
Ngawangun lemah cai.
………………………………….
(Nu bararis ngaliwat deui, dilalajoan ku Ujang jeung Nyai nu bararis geus leumpang jauh).
Nyai                :  (Pupuh Kinanti, Lagu Ninun)
Nyai mah ku hayang milu,
Sareng batur ngiring baris.
………………………………….

Ujang              :  Akang ogѐ da kabita
Siga tentara nu baris.
            ……………………………………………………..

2)      Judul                     : Lutung Kasarung
Karya                    : Kartabrata
Tahun                    : 1923
Sampel naskah      :
7.   Kahiangan
Wiracarita        :  (Sinom)
Bur ngempur di Kahiangan
Seuweu sang Hyang Pohaci
Jujuluk Hyang Guru Minda
Kapirangrung manah gandrung
Kagendam putrid implengan
Pamulu sarimbang Ibu
Nu ngagelarkeunana
Awas tinggal kersa Ibu
Polah putra kauninga Sunan Ambu.
………………………………………………
Sunan Ambu   :  Deudeuh teung Kang Putra
Kiwari ges salin jinis
Bongan lampah tamaha hidep sorangan

Ayeuna Ibu deuk wakca
Tarimakeun ku anaking
Sapanjang aya di dunya
Lumampah di alam lahir
Singkah piker dengki
Komo mun ngalaju napsu
Pancѐn tѐh ngabadѐga
Ngabadѐga abdi jeung gusti
Dinagara Pasir Batang anu girang
…………………………………………..
Wiracarita        :  (Papantunan)
Guru Minda titik rintih
Ngabandungan pѐpѐling
Ajrih ka pangersa ibu
Sinungkem kedal sabda
……………………………………………
Guru Minda    :  Mahluk laip hemeng piker
Putra tuna bagbagan hirup di dunya.

(Sinom)
Pihatur kedaling nyaah
Sadaya dawuh katampi
Hemeng, jalma panta-panta.
…………………………………………...


DAFTAR PUSTAKA

Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran, Tim Peneliti.1994.Antologi Puisi Sunda. Jatinangor: Lembaga Penelitian Univesitas Padjadjaran.

Rusyana, Yus. 1969. Galuring Sastra Sunda.Bandung: Gununglarang.

diakses 30 Desember 2012

Gending Karesmen. Melalui
diakses 30 Desember 2012

Naskah Ruhak Pajajaran. Melalui
www.mail-archive.com/urangsunda@yahoogroups.../msg44351.html
diakses 03 Januari 2013