Tulisan Kuring





LAPORAN BACA 
NOVEL NU KAUL LAGU KALEON

diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Teori  Sastra
Dosen Pembimbing : Asep Yusup Hudayat, M.Hum.



Disusun oleh:
Ahmad Rijal Nasrullah
180210120025

PROGRAM STUDI SASTRA SUNDA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2013






KATA PENGANTAR
            Segala Puji hanya bagi Allah Swt. yang telah melimpahan rahmat dan karunia-Nya, serta memberikan keuatan dan keshobaran kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan tugas Laporan Baca  mengenai Novel terjemahan yang berjudul Nu Kaul Lagu Kaleon karya Rahmatullah Ading Affandie. Adapun maksud dari penulisan Laporan Baca ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Teori Sastra  Program Studi Sastra Sunda, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Padjadjaran.
            Laporan Baca ini tidak akan terwujud tanpa adanya dukungan dan bimbingan dari dosen pengajar. Untuk itu kami ucapkan terima kasih kepada Bapa Asep Yusup Hudayat. M.A. dan untuk semua pihak yang telah membantu dalam kelancaran penulisan Laporan Baca ini.
            Laporan Baca ini benar berdasarkan  data yang diambil dari novel Nu Kaul Lagu Kaleon karya Rahmatullah Ading Affandie. Yang terbit pada tahun 1990 oleh Rahmat Cijulang serta mendapat penghargaan Penghargaan Rancage tahun 1991.  Penulis bertanggung jawab penuh terhadap seluruh isi makalah ini. Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya. Amin


                                                                                                 Jatinangor,  Juli 2013
Penyusun





DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................... i
DAFTAR ISI........................................................................................................ ii
I.    Identitas Novel............................................................................................... 1
II.  Sinopsis Novel................................................................................................. 3
III. Deskripsi Novel Berdasarkan Beberapa Sumber Rujukan.............................. 10
IV. Pandangan Mengenai Minat Terhadap........................................................... 16
Novel “Nu Kaul Lagu Kaleon Untuk Kepentingan Penelitian
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................19
LAMPIRAN.........................................................................................................12


I.               Identitas Novel
Novel Sunda yang akan dibahas dalam Laporan Baca ini berjudul Nu Kaul Lagu Kaleon. Menurut kamus Basa Sunda R.A Danadibrata  kata Kaul adalah serapan dari bahasa Arab yang artinya janji kepada Gusti Allah Swt. yang akan ditepati apabila diucapkan atau dengan istilah lain adalah bernazar, sedangkan Kata Kaleon adalah salah satu nama lagu dalam Tembang Sunda Cianjuran. Apabila disatukan Novel Sunda yang berjudul Nu Kaul Lagu Kaleon ini artinya “Yang Bernadzar Menyanyikan Lagu Kaleon”. Novel yang dikarang oleh Rahmatullah Ading Affandie atau yang kerap di panggil RAF ini bertebalkan 123 halaman dengan sampul berwarna kecokelatan dan bergambarkan seorang perempuan yang sedang tersenyum manis, Novel ini telah diterbitkan pada tahun 1990, dengan cetakan pertama pada bulan Desember 1990 kemudian cetakan kedua pada bulan Agustus 1992 dengan penerbit Rahmat Cijulang yang bertempat di Bandung.

Luar biasanya setelah penerbitan yang pertama Pada tahun 1991 RAF dianugerahi penghargaan bergengsi Hadiah Sastra Sunda Rancage atas Novel ini karena telah menunjukan kretifitasnya dalam menjaga dan melestarikan hidupnya sastra sunda dengan buku yang berjudul Nu Kaul Lagu Kaleon ditetapkan pada tanggal 31 Januari 1991 ditandatangani oleh Ajip Rosidi selaku ketua pengurus Yayasan Rancage. Pada Pebruari 2008 / Shafar 1429 H. Novel Nu Kaul Lagu Kaleon kembali diterbitkan oleh Kiblat Buku Utama sebagai Cetakan keempat dengan Nomor : 237/KBU-G/ 2008, kemudian Cetakan kelima pada Agustus 2011 / Ramadhan 1432 H. PT Kiblat Buku Utama Jl. Gumuruh No. 38, Bandung 40275. Pada cetakan kali ini Novel Nu Kaul Lagu Kaleon bertebalkan 100 halaman, dengan ukuran lebih lebar dari cetakan pertama dan kedua, yaitu 14,5 X 21 cm berbeda dari cetakan pertama yang berukuran 12 X 20 cm.
            Buku Nu Kaul Lagu Kaleon menggambarkan bagaimana kelihaian RAF dalam menulis novel ini sehingga dianugerahi Hadiah Rancage tahun 1991. Novel ini menggambarkan kasih sayang seorang gadis yang sedang belajar Seni Tembang  Mamaos Cianjuran dengan seorang bujang yang mengajarinya, kemudian diceritakan dengan detail keadaan perasaan dan lingkungannya, tidak seperti Roman jaman sekarang yang secara terang-terangan permasalahan disimpan di awal cerita. Hubungan saling mencintai antara kedua insan tersebut baru dapat diketahui di akhir cerita. Dalam Novel Nu Kaul Lagu Kaleon terlihat dan terasa RAF sudah menggunakan bahasa Sunda yang sangat indah.



II.               Sinopsis Novel
Pada Malam minggu Di sebuah Rumah seorang tokoh masyarakat yang bernama Pa Sadikin sedang diadakan Panglawungan (pertemuan) pengkajian Tembang sunda mamaos Cianjuran, banyak yang hadir dalam kagiatan itu sehingga Ruangan rumah tidak bisa menampung seluruh orang yang ikut mendengarkan dan memperhatikan tampilan Tembang Sunda mamaos Cianjuran, ada sekitar sepuluh orang yang tidak kebagian tempat di dalam Ruangan diantaranya adalah tokoh utama “aku” yang diperankan oleh orang yang bernama Pendi yang memutuskan untuk duduk dekat pintu keluar, dan bersandar di dinding yang terbuat dari ayaman bambu atau dalam bahasa sunda adalah bilik.
Seluruh orang yang hadir di tempat itu dengan khusyuk memperhatikan Penembang tanpa ada yang berisik  dan gerakan sedikit pun dari satiap orang yang hadir, kalaupun ada orang yang ingin bicara pada teman di sampingnya hanya dengan berbisik saja, karena takut mengganggu orang lain yang sedang serius memperhatikan Penembang. Di dalam ruangan terdengar berbagai jenis lagu dalam laras (nada) Pelog hampir berakhir, dan biasanya setelah itu akan memulai lagu yang berlaras (bernada) Sorog, kemudian pada tengah malam baru akan masuk  kedalam lagu yang berlaras (bernada)  Salendro. Pada saat itu berbagai tembang dalam laras (nada) Pelog telah dinyanyikan dari mulai Lagu Jejemplangan yakni Jemplang Cidadap, Jemplang Titi, Jemplang Ceurik, Jemplang Pamirig, hingga Jemplang Leumpang dan seterusnya.
Tokoh utama yang bernama Pendi sudah sering menekuni bidang Tembang Cianjuran, namun dia tidak mau dikatakan sebagai pecandu Tambang Cianjuran. Setiap kali dia mengikuti pertemuan itu dia tidak hanya mendengarkan tetapi juga memperhatikan bagaimana seorang penembang Cianjuran melantunkan Lagunya, sehingga Pendi mengetahui mana Penembang yang baru belajar, dan mana Penembang yang Sudah berpengalaman. Menurut Pendi jika hanya mendengarkan Tembang dengan menggunakan telinga saja belum lengkap, oleh karena itu memerlukan perasaan sebagai alat yang paling utama dalam memperhatikan Tembang Cianjuran.
Keseriusan Seluruh orang yang hadir dalam memperhatikan Tembang Cianjuran terlihat dari raut wajah mereka ketika ada penembang yang hampir tidak mencapai nada petit (nada tinggi), dan menggelengkan kepala apabila suara penembang tidak sesuai surupan laras (nada dadasar lagu). Apabila ada sebagain orang yang mendengarkan Tembang merasa mengantuk dan hampir tertidur maka yang lainnya akan menegur supaya jangan tidur karena akan mengganggu Penembang. Setelah Lagu panambih yang berjudul Deungkleung dinyanyikan maka berakhirlah Tembang Cianjuran yang berlaras (bernada) Pelog. Tiba saatnya untuk beranjak menju Tembang Sunda Cianjuran yang berlaras (bernada) Sorog, jadi harus ada beberapa senar kacapi yang harus dirubah, dan waktu itu juga digunakan untuk beristirahat sejenak, namun Pendi tidak mendengar satu nada kecapi pun yang dirubah, yang terdengar adalah sebuah obrolan didalam ruangan bahwa ada tamu dari orang yang mempunyai rumah yang sudah ada dari sore hari. Kemudian tamu itu diminta bernazar oleh orang yang mempunyai rumah supaya meyumbangkan sebuah Lagu Tembang Sunda Cianjuran.
Pada saat itu suasana menjadi gaduh, orang-orang yang semula sarius dan khusyuk menjadi tidak fokus, beberapa orang ada yang mengobrol secara langsung dan sebagian orang ada yang memakan sajian makanan ringan, mungkin hanya Pendi yang menyadari hal itu. Keadaan masih tetap gaduh ketika Pangkat (intro) kacapi dimainkan, kemudian suasana berubah ketika orang yang menyumbangkan Tembang Cianjuran memulai Tembangnnya, setelah membuka Tembang Cianjuran dengan Lagam Pembuka dengan istilah Daweung. Pendi baru sadar ternyata yang bernazar Tembang Cianjuran itu adalah seorang perempuan, lagu yang ditembangkannya adalah Cianjuran yang berjudul Kaleon, lagu itu pun dinyanyikan dengan penuh penghayatan. Seluruh orang yang berada didalam ruangan pun kembali fokus untuk memperhatikan Penembang termasuk Pendi. Terkejutlah Pendi oleh lagu itu, apalagi ornamentasi atau gaya Tembang yang di nyanyikan oleh Perempuan itu telah meluluhkan hati orang-orang yang hadir terutama Pendi. Warna suara orang yang bernazar Tembang itu mengingatkan kepada seseorang yang pernah dijumpai dalam kehidupannya. Namun sayang Pendi tidak bisa melihat kedalam ruangan untuk memastikan siapa orang yang Melantunkan tembang itu, karena rasa malu dan terhalangi oleh beberapa orang yang ada didepannya. Setelah itu Penembang Lagu Kaleon itu pun berhenti karena Putranya terus merengek pada Ibunya.
Seluruh orang merasa kecewa karena belum lengkap apabila Tembang hanya sampai lagu Kaleon, apalagi orang yang Bernazar Tambang ini telah memikat seluruh orang, terutama bagi Pendi yang tahu betul tentang bagaimana etika yang baik bagi siapapun yang ingin Menyanyikan tembang Cianjuran. Waktu telah menuju larut malam Kajian Tembang pun dilanjutkan kembali setelah berhenti di Lagu Deungkleung, Bagi Pendi tidak bisa fokus kembali kedalam Panglawungan itu, yang dia pikirkan adalah Suara Perempuan yang Bernazar Tembang yang berhenti dilagu kaleon itu, hal itu membuat Pendi terus membayangkan siapa Penembang itu, hingga selesainya Panglawungan itu pada dini hari, pulang lah semua orang yang ada disana termasuk Pendi.
Setibanya di Rumah, Pendi Merencanakan untuk pergi ke Rumah Pa Sadikin pagi-pagi sekali, agar dia mengetahui siapa sebenarnya orang yang Bernazar menyanyikan Tembang lagu Kaleon itu, berangkatlah pagi-pagi keluar menuju rumah Pa Sadikin, sayang sekali pagi itu rumah Pa Sadikin tidak ada orangnya, yang terlihat adalah pembantu Rumah Pa Sadikin. Gagal lah sudah harapan Pendi untuk mencari kebenaran prasangkanya. Hari demi hari berlaru Pendi terus menerus mengingat-ingat suara itu sambil berbaring di Kamarnya. Hingga Pendi teringat pada perempuan yang bernama Nani, Ini lah yang memaksa Pendi untuk mengingat kambali masalalu bersama Nani, dia adalah perempuan yang pernah Pendi ajarkan sebuah Tembang Cianjuran pada masalalunya. Pertemuan Pendi dan Nani berawal dari rumah Ceuk (Kakak) Kanah beliau adalah guru Tembang Cianjuran didaerahnya. Awalnya Nani hanya mengantarkan Kakanya yang bernama Yati untuk belajar Tembang Cianjuran kepada Ceuk (Kakak) Kanah,.
Ceuk Kanah sendiri hanya mengajarkan kepada Yati, karena Nani selalu malu apabila diminta untuk Melantunkan Tembang oleh Ceuk Kanah, pada saat itu datang lah Pendi ke Rumah Ceuk Kanah dengan maksud ada keperluan kepada Kang Atma suami dari Ceuk Kanah, namun Kang Atma sendiri sedang tidak ada di Dirumahnya. Pada Saat itu Pendi bertemu dengan Nani, Pendi tahu siapapun orang yang datang ke Rumah Ceuk Kanah pasti ingin belajar Seni Tembang Cianjuran, Pendi ingin mendengarkan Nani bernyanyi Tembang, namun Nani masih malu-malu karena merasa belum bisa, dengan dorongan dari Pendi akhirnya Nani mau juga bernyanyi Tembang Cianjuran seperti Yati kakanya Nani. Suara Nani terdengar oleh Ceuk Kanah, dan Ceuk Kanah pun merasa terkejut mendengar suara Nani. karena Nani memiliki karekter warna suara yang unik yang pasti tidak dipunyai orang lain, meskipun masih perlu dilatih.
Dari sana lah Nani mulai bersemangat untuk berlatih tembang sunda Cianjuran, atas motivasi yang diberikan oleh Pendi. Setiap kali latihan Pendi Selalu membuat rumpaka (lirik) baru untuk Nani, Kemudian Nani pun merasa senang karena rumpaka (lirik) Tembang hasil cipta Pendi begitu Indah apabila dilantunkan, begitu pula Pendi juga senang apabila Liriknya dinyanyikan oleh Nani karena suaranya begitu indah didengar dan menyayat hati Pendi. Apabila ada sebuah acara Panglawungan Nani selalu ikut dengan meminta izin dari Pendi terlebih dahulu, darisanalah muncul Rasa kasih sayang diantara keduanya, dan saling berbagi asa. Hingga pada suatu hari Nani akan dijodohkan dengan Laki-laki lain oleh kedua Orang Tuanya, Nani Merasa bersedih karena kedekatannya dengan dunia Tembang Cinjuran akan segera berakhir, tapi yang lebih sedih adalah berpisah dengan pembimbingnya Pendi, sekalipun Pendi tidak bisa berbuat apa-apa. Pada suatu hari Pandi hendak pergi ke Rumah Nani, disana hanya ada Nani seorang, karena orang tuanya sedang tidak ada di Rumah. Diasana seperti biasa Pendi akan melatih Nani dengan Lirik tembang yang baru, kemudian Nani menyanyikan Lirik lagu itu dengan Lagu Tembang yang berjudul Kelon, ketika di pertengahan Lirik Nani tidak bisa meneruskan lagi karena Nani tahu bahwa Lirik lagu Tembang buatan Pendi kali ini adalah Ungkapan rasa yang sesungguhnya untuk Nani, dan Nani meneteskan air mata. Banyak hal yang ingin Pendi tanyakan kepada Nani atas keputusannya untuk menikahi Laki-laki yang di Jodohkan Orang Tuanya. Setelah kejadian itu Orang Tua Dari laki-laki yang dijodohkan Orang Tua Nani mengambil keputusan agar Nani segera dinikahkan.
Menikahlah Nani dengan laki-laki lain, dari semenjak itu Pendi dan Nani tidak pernah berjumpa lagi sekaligus Pendi ingin melupakan Nani dari kahidupannya. Begitulah Keadaan masalalu antara Pendi dengan Nani, setelah beberapa tahun tidak bertemu kini Pendi merasa dekat kembali dengan Nani, karena Pendi merasa yakin dengan prasangkanya terhadap Seseorang yang Bernazar lagu menyanyikan tembang Lagu Kaleon di Rumah Pa Sadikin itu adalah Nani. Setelah kejadian itu Pendi merasa tergugah kembali memastikan dia adalah Nani dan mencari dimana keberadaan Nani. Satu minggu setelah Panglawung (Pertemuan) Tembang Sunda Cianjuran, Pendi mendapat undangan Perkumpulan Tokoh Tembang Cianjuran dari Pa Sadikin, Pendi pun menghadiri undangan itu dan terpilih sebagai Pengurus Pelestari Seni Tembang Cianjuran, setelah Perkumpulan selesai Pa Sadikin beserta isterinya mengajak dulu Pendi bicara, pembicaraannya mengenai Nani dan masa lalunya bersama Pendi. Pendi pun kaget mengenai hal itu, ternyata Nani lah yang memberi tahu bahwa Pendi sering aktif dalam dunia Seni Tembang Cianjuran, dan Pendi pun akhirnya tahu bahwa Nani adalah Keponakan dari Pa Sadikin, Isteri Pa Sadikin menerangkan bahwa kini Nani telah bercerai dengan suaminya dan membuahkan seorang anak Perempuan, dan lebih banyak lagi ungkapan perasaan Nani kepada Pendi melalui Bibinya. Di akhir cerita keluarga Pa Sadikin mengajak Pendi menemui Nani yang sedang sakit dan dirawat di salah satu Rumah sakit di Bandung.
            Begitu lah rangkaian kejadian peristiwa dalam Novel Nu Kaul Lagu Kaleon, secara singkat Novel ini terdiri dari dua babak, namun pembahasnnya diuraikan secara kronologis dengan menjelaskan kejadian masa lalu hingga kejadian pada waktu itu. Pengarang berusaha menjelaskan permasalahan yang terjadi dengan menguraikan kembali masa lalu tokoh Pendi dengan Nani, hingga akhir cerita.

III.               Deskripsi Novel Berdasarkan Beberapa Sumber Rujukan
Di dalam sebuah buku yang berjudul Seperempat Abad Hadiah Sastera Rancage (yang disusun oleh Etti R.S.dkk., Yayasan Kebudayaan Rancage, 2013:159) Novel “Nu Kaul Lagu Kaleon”(Yang Bernazar Menyanyikan Lagu Kaleon) karya RAF (Rahmatullah Ading Affandie), terbitan Rahmat Cijulang tahun 1990 ini berupa Roman pendek yang menggambarkan orang-orang yang aktif dalam kegiatan mamaos (Tembang Sunda Cianjuran) dengan mengunakan istilah-istilah yang khas, sehingga meyakinkan pembaca, bahwa pengarang melukiskan kehidupan ahli tembang Cianjuran bukan hanya sekedar  meramaikan jalan cerita. Hubungan kasih sayang yang biasa terjadi antara gadis yang sedang belajar mamaos dengan pemuda yang melatihnya, secara halus diceritakan sedikit demi sedikit, dan baru di akhir cerita pembaca akan mengetahui bagaimana hubungan yang sebenarnya diantara kedua insan tersebut. Jika dibandingkan dengan karya-karya RAF yang terdahulu, dalam novel Nu Kaul Lagu Kaleon, RAF telah memperlihatkan kemahirannya menggunakan bahasa sunda untuk menggambarkan suasana batin dan kehalusan serta kedalaman perasaan orang Sunda.
Novel ini merupakan olah pikir dan rasa pengarang sesuai dengan keaadan lingkungan pada masanya penulisannya, karena karya ini tidak terlepas dari pengaruh pengarang dan lingkungannya dalam dunia seni Tembang Cianjuran, didalam Buku Ensoklopedi Sunda (Ajip Rosidi,dkk., 2000:535) menerangkan bahwa Haji Rahmatullah Ading Affandie (RAF) lahir di Banjarsari, Ciamis, 2 Oktober tahun 1929, buah pernikahan Bapak Udin Tampura dengan Ibu Ratna Permana. Pendidikan RAF dimulai dari HIS. Setelah itu, pada zaman Jepang, RAF melanjutkan pendidikan Pesantren, tepatnya di Pesantren Miftahul Huda Ciamis. Pada masa revolusi, RAF muda melanjutkan sekolah Pertanian di Tasikmalaya, dan Sekolah Menengah Atas di Bandung. Jenjang pendidikan tingginya di lalui di Fakultas Hukum Universitas Indonesia Jakarta, sampai tingkat Sarjana Muda. Minat pada kesusastraan, menurut pengakuannya karena pengaruh E. Soewitaatmadja, kakak ibunya yang mengasuh RAF sejak kecil adalah seorang guru sekaligus penulis hasilnya adalah buku yang berjudul “Wawacan Enden Supenti” yang diterbitkan oleh Balai Pustaka. 


Pada tahun (1963), RAF diangkat sebagai pegawai Perkebunan Negara IX sampai dengan pensiun dari PTP XII pada tahun (1983). RAF adalah sastrawan Sunda yang produktif. RAF mengarang ratusan naskah sinetron, operet, novel, dsb. Karya RAF yang sangat terkenal diantaranya Nu Kaul Lagu Kaleon (1989), Bentang Lapang, kumpulan Carpon Dongeng Enteng ti Pasantren (1961), dsb. Ada pula karya berupa Naskah Drama, diantaranya Dakwaan dan Yaomal Qiyamah, yang ditulis pada tahun 1950-an serta telah dipergelarkan puluhan kali. Skenario film yang ditulis RAF di antaranya Si Kabayan, Ratu Ular, dsb. Berbagai penghargaan pernah diterimanya. Naskah serial Inohong di Bojong Rangkong yang ditulisnya tidak kurang dari 110 judul. RAF juga menulis naskah Gending karesmén “Ruhak Padjadjaran” yang pernah dipentaskan di Teater Terbuka Taman Budaya Jawa Barat pada 17 Juli 2006.


Pada tahun (1961), RAF mendapat anugerah hadiah sastra LBSS untuk buku kumpulan carpon Dongeng Enteng ti Pasantren. Tahun (1990) dianugerahi hadiah sastra paling bergengsi Rancage untuk novelnya yang berjudul Nu Kaul Lagu Kaleon. Berkaitan dengan banyaknya jasa yang dihasilkannya dalam mengembangkan Bahasa dan Sastra Sunda, suami dari Ibu Hj. Ineu Martini ini, pada tahun (1998) dianugerahi lagi hadiah Rancage dalam bidang jasa. Pada tahun (1951-1954), RAF juga pernah menjadi komentator sepakbola di RRI Jakarta dan Bandung. RAF merupakan tokoh yang besar jasanya dalam mengembangkan pamor Persib. Tahun (1954-1955), RAF menjadi Ketua komisi teknik di Persib. Pemain Persib terkenal yang pernah menjadi asuhannya diantaranya Rukman, Komar, Rukma dan Parhim.


Pada tahun (1998), buku Biografi berjudul RAF Urang Banjarsari jadi Inohong di Bojongrangkong, diterbitkan oleh Geger Sunten. Demikian pula perjalanan RAF menunaikan ibadah haji, dibukukan oleh Geger Sunten, judulnya Akina Puri ka Tanah Suci. Karya-karya RAF, baik yang berbahasa Sunda maupun Indonesia umumnya tidak lepas dari nafas daerah (Sunda) yang islami. Inohong di Bojong Rangkong yang merupakan sinetron komedi satir, tetap memiliki pulasan islami serta seni Sunda. Konsep seni yang Islami sejak lama sudah digunakan RAF.


Pada tahun (1963), RAF merintis kasidah modern yaitu Lingga Binangkit. Sepuluh tahun kemudian Lingga Binangkit mengembangkan diri menjadi grup lainnya yaitu Patria. Ciri lainnya yang melekat yang ditulis RAF yaitu satirnya yang pedas tapi melalui penyampaian yang halus. Malahan jauh sebelum jaman reformasi, RAF yang mantan anggota DPRD Jabar dari Fraksi Karya Pembangunan, dalam kritik-kritiknya selalu membuat merah kuping pemerintah. Menurut RAF, “Pangarang profesional kudu bisa nulis iraha wae. Teu kudu ngadagoan “mood” mun rék nulis téh. Teu beda jeung wartawan, nulis téh lain lantaran keur daék, tapi hiji kawajiban,” begitu papar RAF ketika beliau masih hidup. Sepanjang hidupnya banyak menghasilkan karya yang melekat di hati masyarakat. Jasa-jasanya sangat besar dalam pengembangan bahasa dan sastra Sunda. Pun, RAF juga banyak berjasa dalam prestasi yang diraih PERSIB Bandung.


Karya-karya Rahmatullah Ading Affandie (RAF) (cerita pendek, novel, drama, gending karesmen, atau rumpaka lagu) sarat dengan nuansa religi. Mungkin orang akan menyangka bahwa RAF setidak-tidaknya pernah mengecap dunia pesantren. Kepiawaian RAF dalam berbagai bidang kehidupan seperti sosial, politik, dan budaya memberikannya pengalaman hidup yang luar biasa sehingga dia akhir masa hidupnya banyak yang merasa kehilangan seperti yang dipaparkan oleh Budayawan sunda yakni H. Taufik Faturrahman (dalam media cetak Pikiran Rakyat Edisi Sabtu, 9 Pebruari 2008).


Cecep Burdiansyah dalam web blognya (www.sunda.org) menerangkan bahwa sebelum membaca novel ini kita perlu terlebih dahulu mengenal sedikit tentang latar belakang tembang Sunda Cianjuran, jenis kesenian tradisional masyarakat Sunda yang memiliki warna mandiri dan khas. Paling tidak, berbagai istilah dan prinsip yang harus kita ketahui. Misalnya apa itu pe­log, salendro atau sorog. Karena, ketika istilah pokok ini nantinya akan membedakan warna tembang. Pelog misalnya akan mengeluarkan warna tembang yang memilukan, sedangkan salendro bersifat lebih gembira dan berani. Dan banyak lagi istilah - istilah teknis Tembang Sunda yang digunakan pengarang novel ini demi memperlancar alur dan latar cerita, selebihnya adalah mempertegas kedudukan (status) tokoh dalam cerita ini, yang memang datang dari lingkungan seniman penembang.


Ketiga laras (nada) tersebut menjadi penting kehadirannya da­lam novel Nu Kaul Lagu Kaleon ini, karena kedudukannya tidak sekadar kolase yang sifatnya hanya menambah pemanis, melainkan menjadi atmosfir cerita, memper-tinggi citraan tema yang berkutat pada persoalan cinta, yakni pengalaman batin dua orang manusia, Nani sebagai penembang dan Pendi sebagai panganggit (pengubah lagu). Kesenian Tembang Sunda Cianjuran, dalam novel karya RAF yang dibagi dalam dua bagian ini, menjadi medium cinta bagi sepasang insan, Nani dan Pendi. Petikan kecapi, jeritan suling yang awor (padu) dengan merdunya suara penembang, getarannya menembus sukma keduanya untuk saling mencurahkan isi hatinya serta sa­ling mempertalikan ikatan batin, bercinta kasih.


Kemahiran mempermainkan emosi pembaca, sangat kental bagaimana pengarang cukup apik menyusun ketegangan. Dari awal sampai akhir cerita, kadar ketegangan terus dibangun dan semakin menanjak tanpa mengendorkan gaya bahasa yang puisi dan liris. Bisa jadi, bila membandingkan dengan sastrawan Sunda lainnya keunggulan RAF itu memang terletak pada unsur ketegangannya yang dibangun, sehingga dalam membaca karya-karya RAF tidak akan bisa dikalahkan oleh rasa kantuk meski harus melewati waktu malam. Selain itu, kedewasaan RAF memang cukup matang seba­gai seorang sastrawan Sunda. Gaya bahasa yang digunakan RAF dalam novel ini memang sa­ngat berbeda dengan gaya bahasa pada karya-karya yang lain. Gaya bahasa RAF di sini begitu puitis dan liris, sehingga Ajip Rosidi yang menganugrahi hadiah satra Ranca­ge secara tertulis menyebutkan ada kesamaan dengan gaya bahasa Syarif Amin. Karena persisnya, memang mengingatkan pembaca pada karya-karya Syarif Amin yang khas. (Cecep Burdansyah ).


Fakta dan data otentik tentang Penghargaan Rancage 1991 yang diberikan oleh Ajip Rosidi kepada Rahmatullah Ading Affandie atas karyanya yang berjudul “Nu Kaul Lagu Kaleon” tercantum dalam sebuah buku yang berjudul Pesona bahasa Nusantara menjelang abad ke-21 (pada halaman : 45) dengan editor Parakitri Tahi Simbolon, Kontributor (Pusat Penelitian dan Pengembangan Kemasyarakatan dan Budaya Indonesi, yang diterbitkan oleh Kepustakaan Populer Gramedia dengan tahun terbit (1990), ISBN 9799023343, 9789799023346, dengan tebal 98 halaman.







IV. Pandangan Mengenai Minat Terhadap Novel Nu Kaul Lagu Kaleon Untuk Kepentingan Penelitian


Keberadaan Novel Nu Kaul Lagu Kaleon untuk Penelitian Kesusastraan Sunda sangat penting. Karena Novel karangan Rahmatullah Ading Affandie (RAF) ini betul-betul memiliki karakter kebahasaan yang khas, kepiawaian RAF dalam mendeskripsikan sebuah peristiwa dari yang besar hingga yang terkecil dapat digambarkan secara detail dengan penyampaian yang sederhana dengan bahasa Sunda yang lugas dan Indah.


Upaya pemaparan itu dilakukan agar pembaca dapat menangkap seluruh rangkain peristiwa dan suasana layaknya seperti dialami langsung oleh tokoh dalam Novel itu. Penguasaan istillah-istilah yang berkaitan dengan Tembang Sunda Cianjuran oleh pengarang Novel dapat memperjelas alur dan maksud tokoh dalam menjalankan perannya. Secara tidak langsung Novel Kaul Lagu kaleon ini bisa menggambarkan kehidupan Pengarang Novel ini, baik dalam kehidupan Sosial, Politik, Maupun Budaya. Keahlian seorang tokoh Pendi dalam cerita ini sangat pandai menganalisis kekurangan dan kelebihan seorang Penembang Cianjuran, sehingga banyak kemungkinan-kemungkinan karakter tokoh utama Pendi dipengaruhi oleh Pengetahuan RAF selaku penulis Novel dalam dunia Tembang Sunda Cianjuran, atau pun sebaliknya RAF menyembunyikan sebuah kritik terhadap kondisi semangat dalam berkesenian Tembang Sunda Cianjuran pada masanya, yaitu tercermin dalam Tokoh Novel yang bernama Pendi. Hal ini menjadi menarik karena sekilas dalam kehidupan Rahmatullah Ading Affandie pernah aktif dalam kegiatan berkesenian Tembang Sunda Mamaos Cianjuran, sekaligus menggambarkan jejak Popolaritas Seni Tembang Sunda Mamaos Cianjuran pada masa itu terutama di tanah kelahiran pengarang.


Maka untuk menjawab semua permasalahan di atas Penulis Laporan akan mencoba menggunakan Pendekatan Ekspresif. Pendekaatan Ekspresif ini tidak semata-mata memberikan perhatian terhadap bagaimana karya itu diciptakan tetapi bentuk-bentuk apa yang terjadi dalam karya sastra dihasilkan. Wilayah pendekatan ini adalah diri pegarang, pikiran dan perasaan pengarang, dan hasil-hasil karyanya. Pendekatan ini dapat dimanfaatkan untuk mengenali ciri-ciri individualisme, nasionalisme, komunisme, feminisme, dan sebagainya dalam karya baik karya sastra individual maupun karya sastra dalam kerangka periodisasi (Nyoman Kuta, 2012:69).


Sebagai cara untuk membongkar bagaimana Asal-usul Novel ini diciptakan maka langkah yang tepat untuk menganalisis Novel Nu Kaul Lagu Kaleon Adalah menggunakan analisis Strukturalisme Genetik. Secara definitif Strukturalisme Genetik adalah analisis struktur dengan memberikan perhatian terhadap asal-usul karya. Sekaligus ditopang oleh teori sosial lainnya seperti simetri atau homologi, kelas-kelas sosial, subjek transindividual, dan pandangan dunia (Nyoman Kuta, 2012:123).


Korelasi antara Teori analisis Strukturalisme Genetik terutama pendangan dunia pengarang yang mengedepankan kehidupan berkesenian dengan fenomena yang terjadi di dalam teks Novel Nu Kaul Lagu Kaleon terbukti ketika peristiwa seorang Tokoh Nani yang telah bertahun – tahun berlatih Tembang Sunda Cianjuran dengan Pendi yang pada proses latihannya memerlukan kedisiplinan yang tinggi, idealisme yang diperlihatkan Pendi dalam memilih tembang yang baik untuk Nani sehingga memaksimalkan penampilannya, hal itu membuat Nani merasa segan dan horamat kepada Pendi dan timbul-lah rasa cinta di antara keduanya. Menariknya di akhir cerita RAF selaku penulis Novel tidak serta merta menikahkan Pendi dengan Nani, melainkan Nani menikah dengan orang yang telah dijodohkan Orang Tuanya. Pada saat itu juga Nani menghilang dan menjauh dari kehidupan Pendi, dengan alasan apabila Nani menikah dengan Pendi akan merusak citra Pendi sebagai orang yang dihormati dan dicintainya karena telah merebut wanita yang telah diikat pertunangan dengan orang lain, terutama merusak citra Pendi sebagai tokoh Kesenian Tembang Sunda Cianjuran, sekaligus mencoreng nama baik Kesenian Tambang Sunda Cianjuran.


Mungkin di sana lah puncak dari idealisme seorang penulis dalam menjungjung tinggi, menjaga, dan melestarikan berkesenian dalam hal ini Tembang Sunda Cianjuran. Maka selanjutnya Penulis dalam menulis Laporan Baca ini akan mencoba menggunakan Teori Strukturalisme Genetik dalam membongkar peristiwa di atas, karena Teori ini dapat menemukan permukaan sebuah karya yang bersifat ideologis (Hudayat, 2007:58).


Daftar Pustaka

Affandie, Ading Rahmatullah. 2011.
Nu Kaul Lagu Kaleon. Cetakan kelima edisi bahasa sunda. Bandung: PT Kiblat Buku Utama.
Danadibrata, R.A. 2009.
Kamus Bahasa Sunda.Cetakan kedua. Bandung : PT Kiblat Buku Utama bekerja sama dengan Universitas Padjadjaran.
Hudayat, Yusup Asep. 2007.
Modul Metode Penelitian Sastra. Jatinangor : Fakultas Ilmu Budaya UNPAD
Rosidi, Ajip. 2000. Ensikopedia Bahasa Sunda. Jakarta : Pustaka Jaya
Ratna, Kutha Nyoman. 2009.
Teori, Metode dan Teknik Penelitian Sastra. Cetakan kesebelas. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
R.S, Etti, dkk. 2013
Seperempat Abad Hadiah Sastera Rancage 1989-2013. Cetakan pertama. Bandung: Yayasan Kebudayaan Rancage.
Simbalon, Tahi Parakitri. 1999
Pesona Bahasa Nusantara MenjelangAbad Ke-21. Kontributor Pusat Penelitian dan Pengembangan Kemasyarakatan dan Kebudayaan (Indonesia). Jakarta : Kepustakaan Populer Gramedia.
Obituarium: RAF, Budayawan Multitalenta
Taufik Faturohman*, Sumber: Pikiran Rakyat, Sabtu, 9 Februari 2008
http://www.yusranpare.wordpress.com/2008/02/07/pileuleuyan-pa-ading/
http://galuh-purba.com/selamat-jalan-h-rahmatullah-ading-affandie-raf/https://id.wikipedia.org/wiki/Rahmatullah_Ading_Affandie
www.sunda.org/SundaClippings/Word_Clippings/img271.doc
diambil pada tanggal 27 Juli 2013 pada pukul 04.30 WIB.


Tidak ada komentar: