Rabu, 14 Mei 2025

Mencari Makna Mamaos

(Gambar Naskah Wawacan, Sumber: Babad Menak Sunda, PNRI)

Istilah "Mamaos" sudah melekat di Cianjur sejak Abad ke-17 hingga sekarang. Namun, dalam kurun waktu yang lama itu, apakah ada pergeseran makna kata “Mamaos”? Sebagai mana kata “takjil” dalam bahasa arab yang artinya menyegerakan berbuka puasa. Masyarakat di 'Indinesia pada saat ini memaknainya sebagai kata benda, yang merujuk pada makanan yang akan disantap pada saat berbuka puasa. 

Apakah mungkin, pemahaman terhadap kata “Mamaos” itu pada saat ini sudah bergeser dari makna “Mamaos” pada abad ke-17? Agar kita membedah gejala itu, maka kita harus menggunakan Ilmu Semantik untuk mengetahui pergeseran makna sebuah kata juga pengetahuan bahasa Sunda melalui pendekatan Ilmu Sejarah. Mamaos sebagai mana yang dijelaskan oleh Enip Sukanda merujuk pada kata “Maca” (membaca) yang ketika pada masa itu diperhalus menjadi “Maos” (membaca). Sebagaimana kata “rasa” menjadi “raos”, “kaharti” menjadi “kahartos”, “bakti” menjadi “baktos”, dan sebagainya. Sehingga kata “Mamaca” (membaca terus menerus) diperhalus menjadi kata “Mamaos” (membaca terus menerus).

Apa yang sebenarnya di baca dalam “Mamaos”? Pada buku “Tembang Sunda Cianjuran” karya Enip Sukanda. Mamaos itu sangat berkaitan erat dengan teks “Wawacan”, karena kata “Mamaos” dan “Wawacan” memiliki maksud yang sama, “Wawacan” berasal dari kata “Wa-waca-an” atau  “Ba-baca-an”. Sehingga, “Mamaca/Mamaos” artinya “Sedang Membaca” (Kata Kerja). Selanjutnya “Babacaan/Wawacan” bisa diterjemahkan sebagai “Bahan Bacaan” (Kata Benda).

Bisa ditegaskan bahwa “Mamaos” dan “Wawacan” itu tidak bisa dipisahkan, antara “Benda” yang dibaca yaitu “Naskah Wawacan” dan “Membaca Wawacan” atau “Mamaos itu sendiri. Lantas apa yang terjadi dengan mamaos versi pemahaman orang Cianjur sekarang? Setelah Mamaos dijadikan filosofi Tiga Pilar Budaya Canjur, yaitu “Ngaos”, “Mamaos”, “Maenpo”, secara politik makna kata “Mamaos” digiring ke arah “Seni Tradisi Sunda” yang luas. Sehingga, masyarakat tidak mengetahui hubungan antara “Mamaos” dengan “Teks Wawacan” sebagaimana pada jaman dahulu “Mamaos” itu hadir di Cianjur.

Bagaimana “Mamaos” itu dilakukan? Di sini Enip Sukanda memberikan pengetahuan bahwa, secara teknis “Mamaos” adalah cara membaca sebuah teks “Wawacan” dengan cara ditembangkan. Sebagaimana keterangan dari Ahli Filologi yang menyatakan bahwa, Wawacan adalah hasil dari kebudayaan Jawa yang mempengaruhi kebudayaan Sunda. Ajip Rosidi juga berpendapat bahwa kebudayaan Jawa tentang “Macapat” (Membaca Wawacan di Jawa) sudah lama disukai oleh para Bupati di Priangan, sehingga disukai oleh para bangsawan Sunda dan ditiru serta dikembangkan menjadi Tembang Sunda Cianjuran.

Apabila “Mamaos” itu pada awalnya membaca “Wawacan”, kemana kah “Naskah-naskah Wawacan” dari Cianjur? Apakah lenyap? Menghilang? Dimanakah “Naskah-Naskah Wawacan” dari Cianjur itu disimpan? Sungguh misteri yang belum dapat dipecahkan. Perlu diketahui bahwa “Wawacan” itu adalah jenis karya sastra berupa cerita yang menggunakan bait-bait puisi “Pupuh”. Wawacan pada mulanya di tulis tangan pada sebuah kitab atau buku yang disebut dengan naskah. Karya sastra Wawacan merupakan produk dari kebudayaan Jawa dan berkembang di Jawa Barat menggunakan Bahasa Sunda. Abad ke-18 adalah masa keemasan produk karya sastra ini dan banyak di temukan di Jawa Barat. Namun, sayangnya di Cianjur tidak terlalu banyak ditemukan Naskah Wawacan. 

Seiring berkembangnya jaman, pada perpustakaan-perpustakaan Daerah, Perpustakaan Nasional RI, dan Perpustakaan di Leiden University, seorang Filolog yang bernama Ilham Nurwansyah banyak menemukan Naskah-naskah Wawacan yang berhubungan dengan Babad Cianjur (Cerita yang berhubungan dengan sejarah Kabupaten Cianjur) yang orang Cianjurnya sendiri tidak banyak mengetahuinya.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Muhun kang geuning seueur hartina nya.👍